hiburan

Sorotan Tajam Cinta Laura: "Rakyat Marah Bukan Karena Iri, tapi Keadilan Dilanggar

Kamis, 4 September 2025 | 06:18 WIB
Cinta Laura komentari kondisi negara (Dok)

 

Ketikpos.com- Pernyataan tegas dari aktris sekaligus aktivis sosial, Cinta Laura Kiehl, kembali mengguncang jagat maya.

Melalui media sosial, ia menyoroti kemarahan publik yang disebutnya bukan lahir dari rasa iri terhadap kemewahan segelintir elite, melainkan karena pelanggaran terhadap logika keadilan yang terus-menerus terjadi.

"Rakyat marah bukan karena iri (dengan kekayaan kalian), tapi rakyat marah karena logika keadilan diinjak-injak," demikian pernyataan viral yang kini menjadi sorotan, dikutip dari unggahan pribadinya yang telah tersebar luas.

Pernyataan ini mencuat di tengah meningkatnya sentimen ketidakpercayaan masyarakat terhadap kondisi sosial dan ekonomi, serta jurang ketimpangan yang semakin menganga.

Sikap vokal Cinta Laura ini dinilai publik sebagai langkah berani untuk menggunakan popularitasnya dalam menyuarakan isu-isu fundamental yang selama ini terpinggirkan.

Banyak warganet merespons positif, mengapresiasi keberpihakannya pada rakyat kecil dan kemampuannya merangkum kegelisahan kolektif menjadi kalimat yang tajam.


Realita yang Membentur UMR dan Nasib Guru Honorer

Pernyataan Cinta Laura menemukan relevansinya yang paling kuat saat disandingkan dengan realitas pahit yang dialami sebagian besar masyarakat.

Kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) di berbagai kota besar sering kali tidak sebanding dengan laju inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.

Akibatnya, daya beli masyarakat terus tertekan, membuat banyak pekerja kesulitan untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun, potret ketidakadilan yang paling mencolok terlihat pada nasib para guru honorer. Mereka, yang sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, harus berjuang dengan penghasilan yang jauh di bawah standar kelayakan.

Banyak di antara mereka yang hanya menerima gaji berkisar antara Rp150.000 hingga Rp350.000 per bulan, jumlah yang bahkan tidak mencukupi untuk biaya transportasi, apalagi untuk menopang kehidupan keluarga.

Kondisi ironis ini menjadi bukti nyata dari jurang ketimpangan yang begitu besar. Di satu sisi, ada para pejabat dan elite yang menikmati fasilitas berlimpah, sementara di sisi lain, para pendidik yang merupakan tulang punggung masa depan bangsa justru hidup dalam kesulitan finansial yang tidak manusiawi.

Inilah alasan mengapa narasi "rakyat iri" dianggap menyesatkan. Kemarahan publik bukan soal ingin memiliki apa yang orang lain punya, melainkan karena melihat ketidakseimbangan yang fundamental.

Halaman:

Tags

Terkini