KetikPos.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak hanya akan mencabut izin korporasi bahkan para pelaku terancam pidana pokok berupa penjara dan denda serta pidana tambahan berupa perampasan keuntungan.
Hal itu, diambil sebagai langkah tegas pemerintah dalam menangani masalah Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutla).
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum) KLHK, Rasio Ridho Sani mengaku pihaknya pernah melakukan pencabutan izin lantaran karhutla yang terjadi secara berulang di sejumlah konsesi korporasi.
Sanksi itu, kata Rasio Ridho Sani dipakai untuk menghentikan aktivitas sejumlah korporasi yang merusak hutan dan lahan gambut dengan cara membakar.
Menurut Rasio Ridho, KLHK sudah menjelaskan kepada kuasa hukum dan para ahli untuk mulai menghitung jumlah kerugian lingkungan yang ditimbulkan dari peristiwa karhutla.
KLHK bersama Kejaksaan Agung dan Polri telah bekerja sama untuk menegakkan pidana hukum terpadu untuk memudahkan proses pemberian sanksi.
"Kami menegakkan pidana hukum terpadu untuk menindak tegas para pelaku," kata Rasio Ridho Sani seperti dikutip KetikPos.com pada Sawitku, Selasa (10/10/23).
Baca Juga: Menko Polhukam Mahfud MD Pimpin Rakorsus Penanggulangan Karhutla Saat Musim El Nino 2023
Selain pidana pokok berupa penjara dan denda, para pelaku terancam pidana tambahan berupa perampasan keuntungan.
Rasio Ridho menjelaskan bahwa banyak kegiatan korporasi, termasuk pembersih lahan, dilakukan tanpa menyediakan peralatan-peralatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan demi mendapatkan keuntungan.
"Kami akan rampas tindak pidana dari keuntungan tersebut. Itu adalah langkah-langkah kami lakukan dalam menegakkan hukum lingkungan dan kehutanan di Indonesia," kata Rasio Ridho.
Sejak 1 Januari 2023 sampai 5 Oktober 2023, KLHK telah menyurati 220 korporasi yang terindikasi ada titik panas di konsesinya. Jumlah surat peringatan terbanyak dikirimkan ke korporasi-korporasi yang berada di wilayah Kalimantan Barat mencapai 58 surat, Kalimantan Tengah sebanyak 43 surat, Kalimantan Timur ada 26 surat, dan Sumatera Selatan sebanyak 20 surat.