KetikPos.com -- Impeachment, yang sering diartikan sebagai tuntutan pemberhentian presiden, memiliki makna yang lebih luas dalam konteks hukum tata negara Indonesia.
Meskipun UUD 1945 tidak secara tegas mengatur impeachment atau pemakzulan terhadap presiden dan/atau wakil presiden, prinsip pertanggungjawaban dapat diterapkan pada semua pejabat negara yang terlibat dalam suatu sistem ketatanegaraan.
Pada awalnya, MPR memiliki kewenangan mutlak untuk memberhentikan presiden jika terbukti melanggar haluan negara.
Namun, prosedur impeachment tidak diatur secara jelas, meninggalkan interpretasi yang mengambang.
Sejarah Impeachment di Indonesia:
-
Pemberhentian Presiden Soekarno (1967): Pada tahun 1967, MPRS memberhentikan Presiden Soekarno melalui ketetapan Nomor XXXIII/MPRS/1967. Pemberhentian ini terkait dengan pemberontakan Gerakan 30 September 1965 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Soekarno.
-
Pemberhentian Presiden Abdurrahman Wahid (2001): Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur diberhentikan melalui ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 karena terbukti melanggar haluan negara dengan mengeluarkan maklumat yang membekukan Partai Golkar.
Dengan perubahan UUD 1945, mekanisme impeachment ditegaskan dalam Pasal 7A, 7B, dan Pasal 24C(2) melalui pengajuan surat dari DPR setelah diputuskan dalam Sidang Paripurna, yang dilampirkan pada Mahkamah Konstitusi.
Meskipun demikian, Hukum Acara untuk Impeachment masih belum lengkap.
Pengkajian Hukum tentang Impeachment:
Pengkajian hukum tentang impeachment dalam sistem hukum tata negara Indonesia merupakan langkah awal untuk mengisi kekosongan hukum.
Dengan adanya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, pasal-pasal terkait impeachment telah diatur, namun demikian, masih diperlukan pengembangan lebih lanjut.
Laporan ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk pembaharuan hukum nasional dan mengisi kekosongan hukum terkait impeachment.
Koreksi, saran, dan elaborasi lebih lanjut dari berbagai pihak sangat diharapkan dan dihargai.