nasional

Dr. Muhammad Zamzam Fauzanafi: Tantangan Kebebasan Berpendapat dan Literasi Digital di Era Modern

DNU
Minggu, 13 Oktober 2024 | 07:08 WIB
Dr. Muhammad Zamzam Fauzanafi, S.Ant., M.A yang merupakan Dosen Jurusan Antropologi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM), saat menjadi dosen tamu di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang, Jumat (11/10) (dok)

KetikPos.com – Di era digital yang semakin maju, kebebasan berpendapat menjadi topik hangat, terutama ketika regulasi hukum kerap bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi.

Dr. Muhammad Zamzam Fauzanafi, S.Ant., M.A, dosen Antropologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), membahas isu ini secara mendalam dalam acara kuliah tamu yang diselenggarakan oleh Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang pada Jumat (11/10/2024).

Paradoks Kebebasan di Dunia Digital

Dalam pemaparannya, Dr. Zamzam menyampaikan bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia masih menghadapi banyak kendala, terutama akibat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Meskipun UU ITE dimaksudkan untuk menjaga etika di dunia maya, ia menilai regulasi ini sering kali digunakan untuk membungkam kritik dan suara-suara yang dianggap tidak nyaman bagi sebagian pihak.

“Pada dasarnya, kebebasan berpendapat adalah hak fundamental setiap warga negara. Namun di era digital ini, kita melihat UU ITE lebih sering digunakan untuk menekan mereka yang berani menyampaikan kritik,” ujarnya di hadapan mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang.

Ia menambahkan bahwa sering kali garis antara kritik dan penghinaan menjadi sangat kabur. "Kritik yang bermaksud konstruktif justru disalahartikan sebagai penghinaan, dan ini menyebabkan ketakutan bagi masyarakat untuk menyuarakan pandangan mereka."

Literasi Digital Sebagai Solusi Jangka Panjang

Lebih jauh, Dr. Zamzam mengusulkan bahwa solusi untuk permasalahan ini bukan terletak pada pengetatan regulasi, tetapi pada peningkatan literasi digital. Menurutnya, literasi digital harus menjadi bagian integral dari pendidikan formal sejak usia dini.

“Digital literasi bukan sekadar soal memahami cara menggunakan teknologi, tapi juga soal bagaimana kita bertindak etis di dunia maya dan menyadari risiko yang datang dengan kehidupan digital, seperti pencurian data dan pelanggaran privasi,” paparnya.

Dia juga menekankan bahwa literasi digital tidak bisa hanya dijadikan topik seminar atau diskusi akademis belaka, tetapi harus diintegrasikan ke dalam kurikulum sejak tingkat sekolah dasar.

“Anak-anak perlu diajarkan tentang risiko digital sejak usia dini, bukan hanya agar mereka paham teknologi, tetapi juga agar mereka tahu bagaimana melindungi diri mereka sendiri di dunia digital,” tegasnya.

Kritik terhadap Program Literasi Digital

Dr. Zamzam tidak ragu-ragu mengkritik pendekatan pemerintah dalam mempromosikan literasi digital. Menurutnya, program yang dijalankan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sering kali terlalu formal dan kurang praktis.

Halaman:

Tags

Terkini