KetikPos.com - Setiap peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, para buruh di berbagai penjuru negeri turun ke jalan menyuarakan aspirasi. Pemandangan ini bukan tanpa sebab. Bagi mereka, unjuk rasa bukan sekadar aksi simbolis, tetapi perwujudan nyata dari perjuangan panjang mendapatkan hak-hak dasar yang masih jauh dari kata selesai.
Sejarah mencatat 1 Mei sebagai tonggak perjuangan buruh sedunia, merujuk pada aksi mogok besar di Chicago tahun 1886 yang menuntut jam kerja delapan jam sehari. Kini, lebih dari seabad kemudian, gaung perjuangan itu tetap relevan. Masalah seperti upah minimum yang belum memenuhi kebutuhan hidup layak, sistem kerja kontrak yang tidak menjamin kepastian, hingga jaminan sosial yang timpang masih menjadi agenda utama buruh Indonesia.
Demo adalah sarana untuk didengar. Ketika ruang dialog formal tidak menghasilkan solusi nyata, sehingga turun ke jalan menjadi pilihan terakhir.
Selain sebagai sarana menyampaikan tuntutan, Hari Buruh juga menjadi momentum legal untuk mengekspresikan pendapat secara kolektif. Demonstrasi masif ini adalah wujud nyata kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi.
Meski demikian, tak semua peringatan Hari Buruh berujung pada aksi turun ke jalan. Di sejumlah daerah, Hari Buruh dirayakan dengan lebih kreatif dan damai, seperti festival seni buruh, seminar ketenagakerjaan, hingga aksi sosial seperti donor darah dan bersih-bersih lingkungan.
Dengan segala bentuknya, Hari Buruh adalah pengingat bahwa perjuangan buruh masih jauh dari usai. Dan selama masih ada ketimpangan, suara itu akan terus menggema—di jalanan, di panggung seni, maupun di ruang diskusi.(***)