KetikPos.com – Di tengah pesatnya perkembangan media sosial, para pengelola media mainstream di Sumatera Selatan berkumpul dalam sebuah diskusi panas bertajuk "Admin Media Sosial: Rekanan Atau Ancaman?" yang digelar oleh Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sumsel di Hotel Swarna Dwipa.
Tema ini bukan hanya mengungkap potret dunia pers, tetapi juga membuka tabir tentang persaingan sengit antara media tradisional dan media sosial dalam ‘merebut’ kue iklan pemerintah.
Media Sosial: 'Jualan Berita' Tanpa Izin?
Diskusi ini dipandu oleh Muhammad Nasir, dengan narasumber yang tak kalah menarik, Dr. Rahma Santhi Zinaida dari Universitas Bina Darma dan wartawan senior Maspril Aries. Rahma membuka dengan serangan tajam: media sosial kini banyak yang "jual berita" dengan cepat, tetapi tanpa badan hukum yang jelas. “Kalau media sosial viral, informasi bisa sampai ke pemerintah, tetapi apakah benar dan sah?” ujar Rahma.
Menurutnya, meskipun media sosial memiliki jangkauan yang luas, mereka tidak terdaftar di Dewan Pers atau memiliki sertifikasi wartawan. Hal ini membuatnya mempertanyakan, kenapa iklan pemerintah banyak mengalir ke mereka? "Padahal, media mainstream sudah memiliki izin resmi, wartawannya bersertifikat, dan ada badan hukum yang menjamin kredibilitas,” katanya, mengungkapkan kecemasan bahwa pemerintah semakin 'terpikat' oleh kekuatan viral media sosial tanpa melihat risiko yang ada.
Media Mainstream: Lelah Menunggu ‘Kue’ Iklan
Sementara itu, Maspril Aries menggambarkan bagaimana media mainstream kini harus berjuang lebih keras mendapatkan iklan pemerintah. "Iklan itu ibarat 'kue', dan media sosial saat ini mengambil bagian besar dari kue tersebut," ungkap Maspril. Menurutnya, meskipun media sosial bisa menjadi mitra efisien dalam beberapa hal, keabsahan media mainstream harus tetap diperhatikan. Apalagi, media mainstream memiliki pegawai yang menggantungkan hidup dari pekerjaan jurnalistik yang sah.
Tantangan Regulasi: Iklan Pemerintah dan Media Sosial
Diskusi semakin menarik saat Adi Zahri, Kadis Kominfo Kota Palembang, menjelaskan bahwa Pemkot Palembang tidak menganggarkan iklan untuk media sosial.
"Kami punya aturan yang jelas, iklan hanya diberikan kepada media yang terdaftar di Dewan Pers. Media sosial? Tidak ada badan hukumnya," kata Adi dengan tegas. Ia juga menambahkan bahwa anggaran untuk media semakin terbatas, sehingga pemberian iklan pun semakin selektif.
Namun, tidak semua pejabat daerah berpandangan sama. Kadis Kominfo Sumsel, Rika Efianti, mengungkapkan bahwa meski belum ada regulasi terkait iklan di media sosial, ia berusaha menemukan cara lain untuk menyebarkan informasi kepada publik melalui kanal-kanal resmi pemerintah. “Kami buat grup untuk seluruh OPD agar informasi bisa tersampaikan langsung ke masyarakat, tanpa harus melalui media sosial," ujar Rika.
Polisi Mengingatkan: Media Sosial Bisa Jadi ‘Teman’ atau ‘Musuh’
Menariknya, kepolisian juga ikut meramaikan diskusi dengan memberikan pandangan. Kombes Pol Nandang Mu'min Wijaya dari Polda Sumsel mengingatkan, "Media sosial bisa menjadi rekanan yang efektif jika digunakan dengan bijak, tapi bisa jadi ancaman kalau tidak diatur. Kami mendukung penggunaan teknologi, tetapi juga siap menindak jika ada informasi yang merugikan masyarakat."
Musda JMSI: Lanjutkan Perjuangan, Jangan Tergilas Zaman!