nasional

Kemendagri dan BGN Sebut Pihak yang Bertanggung Jawab Tangani Kasus Keracunan MBG

Sabtu, 27 September 2025 | 12:35 WIB
Kemendagri dan BGN sebut pihak yang harus tanggung jawab saat ada kasus keracunan MBG. (Instagram/kantorstafpresidenri))


KetikPos.com, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu prioritas Kabinet Merah Putih, kembali menuai sorotan publik. Alih-alih memberi solusi gizi bagi anak-anak, sejumlah kasus keracunan massal justru mencuat di berbagai daerah.
Di Kabupaten Bandung Barat, misalnya, lebih dari seribu penerima manfaat dilaporkan jatuh sakit usai menyantap menu MBG, hingga pemerintah daerah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Kasus serupa juga dilaporkan di daerah lain, membuat publik bertanya: siapa yang sebenarnya harus bertanggung jawab?
Kemendagri: Pemda Pegang Tanggung Jawab Pertama
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan, penanganan awal sepenuhnya ada di tangan pemerintah daerah. Menurutnya, pemda memiliki akses langsung ke fasilitas kesehatan untuk merespons cepat insiden semacam ini.
“Yang merawat mereka pasti, kalau terjadi insiden yang pertama kali adalah dari otoritas daerah setempat seperti pemda,” ujar Tito dalam keterangan persnya, Kamis (25/9/2025).
Ia menambahkan, pemda memiliki jaringan rumah sakit, tenaga medis, ambulans, serta sistem tanggap darurat yang bisa dimobilisasi segera. “Respons awal harus dilakukan otoritas daerah,” imbuhnya.
Tito juga menjelaskan, Badan Gizi Nasional (BGN) telah membentuk satuan tugas (satgas) di setiap daerah, khususnya di 62 wilayah 3T. Satgas ini bertugas membantu pelaksanaan teknis di lapangan, meski keputusan strategis tetap berada di tangan BGN pusat.
BGN: SOP Tidak Dijalankan Mitra dan SPPG
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, mengakui bahwa sebagian besar kasus keracunan terjadi akibat standar operasional prosedur (SOP) yang tidak dijalankan dengan benar oleh mitra maupun tim internal BGN, yakni SPPG (Satuan Pelaksana Program Gizi).
“Kejadian belakangan ini, 80 persen karena SOP kita yang tidak dipatuhi baik oleh mitra maupun tim kami sendiri dari dalam,” kata Nanik dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Meski begitu, ia menolak untuk sekadar menyalahkan pihak pelaksana di lapangan. “Kesalahan terbesar ada pada kami. Itu berarti kami masih kurang dalam pengawasan. Jadi kami mengaku salah atas apa yang terjadi,” ujarnya.
BGN pun memastikan akan menanggung biaya perawatan korban keracunan MBG. “Dari hati saya terdalam, saya mohon maaf atas nama BGN, atas nama seluruh SPPG di Indonesia,” tegas Nanik.
Keracunan atau Alergi?
Dalam investigasi lebih lanjut, BGN menemukan bahwa tidak semua kasus sakit pada penerima manfaat MBG murni disebabkan keracunan. Beberapa di antaranya ternyata terkait alergi makanan tertentu.
“Alergi dan keracunan ini tumpang tindih. Misalnya ada anak yang alergi udang atau bahkan mayones, tapi gejalanya mirip keracunan,” jelas Nanik saat ditemui di Bogor, Kamis (25/9/2025).
BGN sebelumnya sudah melakukan pendataan alergi pada calon penerima manfaat, namun Nanik mengakui ada sekolah-sekolah yang luput mencatat data dengan baik.
Ia juga menegaskan, makanan lokal yang terbukti menjadi penyebab keracunan tidak akan lagi digunakan dalam menu MBG, meski populer di wilayah tertentu.
Ujian Besar Program Prioritas
Kasus keracunan massal ini menjadi ujian serius bagi program MBG yang sejak awal digadang-gadang sebagai proyek unggulan pemerintah untuk melahirkan generasi emas.
Kini, sorotan publik bukan lagi hanya pada manfaat program, melainkan juga soal akuntabilitas, pengawasan, serta kesiapan pemerintah dalam menjamin keamanan pangan di lapangan.

Tags

Terkini