KetikPos.com, Jakarta – Lawatan Presiden RI Prabowo Subianto ke luar negeri berubah menjadi sebuah rangkaian cerita dengan tiga bab besar: terobosan dagang, pengembalian artefak bersejarah, dan komitmen peningkatan literasi keuangan.
Terobosan Dagang
Dari Kanada, Prabowo membawa pulang kabar penandatanganan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), sebuah perjanjian perdagangan komprehensif yang membuka jalan pasar bebas antara Indonesia dan Kanada.
“Ini terobosan besar. Dengan Eropa kita negosiasi 10 tahun, dengan Kanada juga sudah lama, akhirnya tercapai,” ujarnya setibanya di Halim Perdanakusuma, Sabtu (27/9).
Kesepakatan dengan Kanada ini melengkapi pencapaian serupa dengan Uni Eropa yang baru saja disepakati di Bali (23/9) oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Presiden Komisi Eropa Maroš Šefčovič. CEPA diharapkan memangkas tarif, memperluas akses pasar, dan memperkuat daya saing produk Indonesia.
Jejak Sejarah yang Pulang
Tak hanya soal dagang, dari Belanda, Prabowo membawa kabar lain: 30 ribu artefak bersejarah milik Indonesia akan dikembalikan.
“Ini etika baik dari Belanda, menunjukkan mereka ingin menjaga hubungan baik dengan kita,” kata Prabowo.
Benda-benda yang selama ratusan tahun tersimpan di museum dan koleksi negeri kincir angin itu kini bersiap pulang ke tanah asalnya.
Masa Depan Literasi Keuangan
Masih dari Belanda, Prabowo juga mengumumkan rencana kedatangan Ratu Máxima ke Indonesia pada 25 November mendatang. Bukan sebagai simbol kerajaan semata, melainkan sebagai pakar keuangan global sekaligus UNSGSA (United Nations Secretary-General’s Special Advocate for Inclusive Finance for Development).
Agenda utama: mendorong program edukasi dan inklusi keuangan agar masyarakat Indonesia semakin melek finansial.
Satu Lawatan, Banyak Makna
“Alhamdulillah kunjungan saya membawa manfaat,” kata Prabowo.
Dalam satu rangkaian perjalanan, ia berhasil menghubungkan tiga dimensi: ekonomi masa depan, sejarah masa lalu, dan bekal pengetahuan bagi generasi mendatang. Sebuah paket lengkap yang bukan hanya diplomasi, melainkan juga strategi untuk menata posisi Indonesia di dunia.