nasional

TikTok Beku, Kedaulatan Digital Indonesia Diuji Versi Artikel Provokatif

Minggu, 5 Oktober 2025 | 02:11 WIB
TikTok Beku, Kedaulatan Digital Indonesia Diuji Versi Artikel Provokatif (Dok)

KetikPos.com, Jakarta– TikTok kembali jadi sorotan, bukan karena tren viral, melainkan karena izin operasionalnya resmi dibekukan pemerintah Indonesia.
Langkah ini diambil setelah Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menilai TikTok tidak patuh pada aturan nasional, khususnya soal permintaan data menyeluruh terkait aktivitas TikTok Live.
Negara vs Platform Global
Bagi pemerintah, kasus ini lebih dari sekadar “data parsial”. Ini adalah benturan langsung antara regulasi nasional dan kepentingan algoritma global.
TikTok dianggap menutup akses pada data yang seharusnya diberikan, terutama soal dugaan praktik monetisasi live streaming untuk perjudian online pada akhir Agustus lalu.
“Kami minta data lengkap, TikTok hanya beri sepotong. Itu pelanggaran kewajiban sebagai PSE privat,” tegas Dirjen Alexander Sabar.
Surat Penolakan dari TikTok
Komdigi memanggil TikTok pada 16 September 2025 dan memberi tenggat hingga 23 September. Hasilnya? Surat bernomor ID/PP/04/IX/2025, berisi penolakan dengan alasan prosedur internal perusahaan.
Dengan kata lain, TikTok memilih aturan internal ketimbang hukum Indonesia.
Bukan Sekadar Sanksi
Pemerintah merespons dengan membekukan izin TDPSE TikTok. Bagi Komdigi, ini bukan langkah administratif semata, melainkan perlindungan kedaulatan digital.
“Kami menjaga agar ruang digital Indonesia sehat, adil, dan aman. Termasuk melindungi anak-anak dan remaja dari potensi penyalahgunaan fitur digital,” kata Alexander.
Efek Domino
Pembekuan ini bisa jadi efek domino. Indonesia adalah salah satu pasar terbesar TikTok di dunia. Dengan basis pengguna raksasa, keputusan ini jadi pesan keras: platform global hanya bisa hidup di Indonesia kalau tunduk pada aturan lokal.
Pesan Tegas untuk Semua PSE
Kasus TikTok membuka mata: regulasi nasional bukan sekadar formalitas. Ini tentang siapa yang berdaulat di ruang digital—negara atau algoritma.
Dan kali ini, Indonesia mengirim pesan jelas:
“Jika ingin beroperasi di sini, jangan sekadar mainkan tren, patuhi hukum.”

Tags

Terkini