nasional

China Siap Lanjutkan Kerja Sama dengan Indonesia dalam Proyek Whoosh, Klaim Bawa Dampak Positif ke Ekonomi Nasional

Rabu, 22 Oktober 2025 | 11:56 WIB
Beijing Tegaskan Komitmen, Jakarta Masih Cari Skema Pembayaran Utang Rp116 Triliun (dok)

Opsi kedua, lanjutnya, adalah menyerahkan infrastruktur Whoosh menjadi aset milik pemerintah, sebagaimana sistem pengelolaan kereta api nasional pada umumnya.
“Atau kemudian memang kita serahkan infrastrukturnya sebagaimana industri kereta api lain, di mana infrastruktur itu milik pemerintah,” paparnya.

Kedua opsi tersebut masih dalam tahap kajian internal, dan hingga kini belum ada keputusan resmi dari pemerintah maupun Danantara mengenai skema yang akan dipilih.

Whoosh: Antara Simbol Kemajuan dan Beban Finansial

Kereta cepat Whoosh merupakan proyek kerja sama antara Indonesia dan China yang dibangun sejak 2016 dengan total investasi lebih dari US$7,3 miliar (sekitar Rp116 triliun).
Proyek ini menjadi bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) yang digagas Pemerintah China, dan merupakan kereta cepat pertama di Asia Tenggara.

Meski diresmikan dengan gegap gempita pada Oktober 2023 dan mendapat sambutan positif karena mempersingkat waktu tempuh Jakarta–Bandung menjadi 40 menit, proyek ini terus disorot karena membengkaknya biaya pembangunan dan beban utang yang dinilai tidak sebanding dengan proyeksi keuntungan.

Beberapa pengamat ekonomi menilai, pemerintah perlu transparan soal beban utang dan skema pengembalian agar proyek strategis ini tidak menjadi “beban generasi berikutnya”.

Menjaga Keseimbangan Diplomasi

Pernyataan terbaru dari Beijing menegaskan bahwa China masih menganggap proyek Whoosh sebagai ikon kerja sama strategis dua negara. Namun di sisi lain, tekanan publik dan kehati-hatian fiskal pemerintah Indonesia menunjukkan bahwa proyek ini kini juga menjadi ujian diplomasi ekonomi antara Jakarta dan Beijing.

“Proyek ini punya nilai simbolik dan ekonomi besar. Tapi jika tata kelolanya tidak transparan, ia bisa berubah dari kebanggaan menjadi beban,” ujar salah satu pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia kepada wartawan.

Halaman:

Terkini