Utang RI Tembus Rp9.138 Triliun: Antara “Pajak Masa Depan” dan Rasio yang Masih Aman

photo author
- Senin, 13 Oktober 2025 | 04:31 WIB
Utang RI Tembus Rp9.138 Triliun: Antara “Pajak Masa Depan” dan Rasio yang Masih Aman (Dok)
Utang RI Tembus Rp9.138 Triliun: Antara “Pajak Masa Depan” dan Rasio yang Masih Aman (Dok)


KetikPos.com, Jakarta — Angka Rp9.138 triliun bukanlah jumlah kecil. Tapi di balik besarnya nominal utang pemerintah Indonesia per Juni 2025, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) punya pesan menenangkan: jangan buru-buru cemas, karena beban itu masih berada dalam jalur aman.
Istilah yang digunakan pun menarik — “pajak masa depan”.
Itulah cara Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, menggambarkan utang negara yang sejatinya merupakan kewajiban generasi mendatang.
“Utang ini sebenarnya future tax — pajak masa depan. Artinya kewajiban yang akan dipenuhi oleh generasi berikutnya. Karena itu, setiap utang harus dilakukan secara hati-hati dan terukur,” ujarnya dalam Media Gathering 2025 di Novotel Bogor, Sabtu (11/10).
Menurut data Kemenkeu, dari total Rp9.138 triliun tersebut, Rp7.980 triliun berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp1.157 triliun dari pinjaman. Jumlah ini turun tipis dibanding Mei (Rp9.177 triliun), tapi masih lebih tinggi dari posisi akhir 2024 yang mencapai Rp8.813 triliun.
Rasio Terkendali di Bawah 40 Persen PDB
Jika dilihat dari rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), posisi utang Indonesia berada di level 39,86 persen — angka yang menurut Kemenkeu tergolong aman dan terkendali.
“Level ini masih moderat dibanding banyak negara. Malaysia 61,9 persen, Filipina 62 persen, Thailand 62,8 persen, India 84,3 persen, bahkan Argentina di atas 116 persen,” papar Suminto.
Vietnam menjadi negara yang paling mendekati Indonesia dengan rasio sekitar 37,2 persen.
Kemenkeu juga menegaskan, kenaikan nominal utang tidak selalu buruk. Selama ekonomi tumbuh, kemampuan membayar pun meningkat.
“Utang akan dibiayai oleh pertumbuhan ekonomi. PDB yang naik berarti penerimaan negara juga meningkat,” tambah Suminto.
Mayoritas dalam Rupiah, Risiko Kurs Terbatas
Dari sisi komposisi, sekitar 71–72 persen utang pemerintah saat ini berdenominasi rupiah, sementara hanya 28–29 persen dalam valuta asing.
Kemenkeu menilai struktur ini cukup sehat karena mengurangi risiko guncangan kurs akibat volatilitas global.
“Ini komposisi yang baik, sehingga kita bisa mengelola risiko nilai tukar dengan lebih tenang,” jelas Suminto.
Menkeu: Nominal Besar Tak Selalu Berbahaya
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga menegaskan bahwa nominal utang Rp9.138 triliun bukan alarm bahaya.
“Jangan lihat angka kasarnya saja. Kalau dibandingkan dengan ukuran ekonomi, posisi utang kita masih di bawah 39 persen dari PDB. Secara internasional, itu aman,” ucapnya dalam media gathering daring, Jumat (10/10).
Purbaya bahkan menyebut banyak negara maju memiliki rasio jauh di atas Indonesia — Jerman dan Amerika Serikat di atas 100 persen, Jepang lebih dari 250 persen.
Meski begitu, ia memastikan langkah pengetatan tetap dilakukan.
“Ke depan kami akan memperbaiki kualitas belanja, memangkas yang tidak perlu agar penerbitan utang bisa ditekan,” tegasnya.
Di Antara Angka dan Arah Kebijakan
Besarnya utang memang selalu menjadi sorotan publik, tapi angka Rp9.138 triliun sejatinya hanya satu sisi dari cerita ekonomi Indonesia.
Selama pertumbuhan tetap positif, manajemen fiskal disiplin, dan struktur utang terjaga, pemerintah yakin risiko masih dalam batas wajar.
Karena seperti dikatakan pejabat Kemenkeu, utang bukan sekadar beban — tapi juga alat untuk membangun masa depan.
Dan masa depan itu, seperti pajak yang belum ditarik, bergantung pada bagaimana bangsa ini mengelola kepercayaannya hari ini.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Admin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X