Aku diterima sebagai pelipat koran dan mengantarkan koran kepada langganan yang pada umumnya tokoh-tokoh Islam, berlanjut menjadi korektor dan wartawan magang.
Tahun 1965 aku mulai ditugaskan merangkap wartawan yang membidangi semua kegiatan, politik, ekonomi, kriminal pendidikan, dll padahal tanpa pendidkan jurnalistik.
Tahun 1965 meletus G 30 S PKI dan menjadi wartawan Mimbar Masyarakat adalah msuh PKI, sehingga kami menghilang dari kantor yang berlokasi di Pasar Lingkis (Cinde) lantai 2. Tapi
kami berhasil menyelamatkan diri.
Kebijakan pemerintah setelah G30 SPKI setiap koran harus berafiliasi ke salah satu partai politik yag mendirikan surat kabar di pusat, dan untuk daerah membjat edisi.
Mimbar Masyarakat memilih afiliasi ke PSII. Di pusat nama surat kebarnya Nusa Putera, sehingga di Sumatera Selatan bernama Suat Kabar Nusa Putera edisi Sumatera Selatan.
Nusa Putera edisi Sumatera Selatan sangat dekat dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Pengganangan Gestapu (KAP Gestapu) sehingga selalu menjadi sumber berita utama.
Yang berkesan ketika bekerja di Nusa putera adalah pembakaran koran Nusa Putera oleh tokoh-tokoh GMNI Sumsel, yang pernah menjdi tokogh bangsa pada Maret 1966, karena judul headline PNI ASU tidak kutuk Gestapu.
Mereka tersinggung dengan kata PNI ASU. Padahal yang kami maksud PNI Alisastroamijoyo-Surachman.
Pada Juni 1970 ada hal yang menarik ketika saya dijemput Kepala Bagian Humas Prop Sumsel Hasan Zen SH (mantan Gubernur Bengkulu). Beliau mohon untuk klarifiasi berita dengan Gubernur Asnawi Mangku Alam.
Pada tahun 1971 ketik saya menjabat Pemimpin Redaksi , menjelang Pemilu 1971, Partai PSII tidak bersedia mendanai penerbitan untuk kampanye. Kami menghentikan penerbitannya.
Tahun 1971 kami mengambil alhih SKM Tipta Karya. M Yusuf Rambang sebagai Pemimpin Umum/Pemimpin Perusahaan, dan saya sebagai Pemimpin Redaksi.
Saat itu oleh Laksus Pangkopkamtibda Sumbagsel, koran-koran harus punya Surat izin Cetak (SIC). Kami tidak mendapat SIC. Praktis percetakan tidak mau menerbitkannya.
Tjipta Karya berhenti terbit Juni 1973, Saya bergabung dengan Garuda Post. Pimpinan Umum Rivolis, Pemimin Redaksi Rafic kasim dan saya sebagai Wakil Pemimpin Redaksi, Zuber A Puar sebagai Pemimpin perusahaan. Itupun tak bertahan lama.
Tahun 1975, saya bergabung alagu dengan Gema Pancasila Pimpinan Umum Almarhum Irsyad rasyid Harus sampai tahun 1987.
Karena prospek bekerja di surat kabar tidak menampakkan kesejahteraan saat itu, tahun 1976 saya menjadi PNS. Pensiun 2001, dengan mendapat piagam tanda kehormatan Presiden RI Satya Lencana Karya Satya 20 tahun ditandatangani Presiden BJ Habibie.
Sejak tajuj 1987 saya bergabung di Harian Sriwijaya Post (Sripo). Tahun 1988 Sripo bergabung dengan Kompas Gramedia menjadi koran modern dan satu-satunya harian di Sumbagsel.