Drama Panjang yang Tak Kunjung Usai
Ketikpos.com-Jakarta, RUU Perampasan Aset kembali mencuat sebagai salah satu isu panas dalam Prolegnas Prioritas 2025. Publik Indonesia seakan déjà vu: naskah yang disebut-sebut sebagai “senjata pamungkas” melawan korupsi ini telah berkali-kali naik-turun daftar prioritas, namun selalu kandas di tengah jalan.
Kini, Presiden Prabowo Subianto secara tegas meminta DPR mempercepat pembahasan. Pertanyaannya, apakah kali ini benar-benar akan lahir sebagai undang-undang yang kuat, atau sekadar menjadi janji politik yang berulang?
Mengapa RUU Ini Krusial?
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat kebocoran ekonomi akibat korupsi yang tinggi. Data ICW mencatat kerugian negara akibat tindak pidana korupsi mencapai ratusan triliun setiap tahunnya. Namun, aset yang berhasil dikembalikan hanya secuil.
Kelemahan utama terletak pada prosedur hukum:
• Aset baru bisa dirampas jika pelaku sudah divonis bersalah.
• Jika terdakwa meninggal, melarikan diri, atau tidak bisa diadili, aset otomatis “lenyap” tanpa bisa disentuh negara.
RUU Perampasan Aset hadir untuk menambal celah ini dengan mekanisme non-conviction based asset forfeiture, yakni perampasan aset tanpa harus menunggu vonis pidana. Inilah terobosan yang disebut akan menyelamatkan triliunan rupiah uang rakyat.
Tekanan Politik: Prabowo, Bayang-bayang Jokowi, dan Warisan Agenda Reformasi
Presiden Prabowo menjadikan RUU ini sebagai salah satu prioritas utama. Ia ingin menunjukkan bahwa pemerintahan barunya serius memberantas korupsi dan kejahatan ekonomi. Dukungan politik ini jauh lebih tegas dibandingkan periode Presiden Joko Widodo, yang meski beberapa kali mendorong RUU ini, selalu menemui jalan buntu di Senayan.
Di sisi lain, bayang-bayang era Jokowi masih terasa. Banyak pihak melihat, jika RUU ini akhirnya disahkan, ia akan menjadi legasi hukum besar yang melewati transisi kepemimpinan. Namun, ada juga yang menilai bahwa dukungan elite politik bisa berubah menjadi alat politik baru bila pasal-pasal dalam RUU tidak dikawal dengan hati-hati.
Jalan Panjang Legislasi: Ujian DPR
Pada rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR, September 2025, disepakati bahwa RUU ini akan diajukan sebagai usulan inisiatif DPR, bukan lagi murni dari pemerintah. Langkah ini memberi sinyal penting bahwa DPR kini mengambil alih kepemilikan politik atas naskah tersebut.
Namun, jalan panjang menanti:
• Sinkronisasi dengan RKUHAP: karena menyangkut hukum acara pidana, perampasan aset tak bisa dilepaskan dari sistem hukum pidana yang lebih besar.
• Partisipasi publik: agar tidak menjadi RUU kilat tanpa kajian mendalam.
• Perdebatan pasal krusial: mulai dari definisi aset, pembuktian terbalik, hingga perlindungan hak asasi manusia.
Dua Wajah RUU: Antara Harapan dan Kekhawatiran
Harapan besar:
• Negara bisa merebut kembali aset triliunan rupiah yang selama ini raib.
• Efek jera bagi koruptor dan pelaku kejahatan ekonomi.
• Menjawab kewajiban internasional melalui UNCAC (United Nations Convention against Corruption) yang telah diratifikasi Indonesia.