Dalam kaidah lain dijelaskan, "Tasharruf al-ra'i ala al-ra‘iyah manuth bi al-mashlahah" (tindakan pemimpin terhadap rakyatnya dituntun oleh prinsip kemaslahatan umum). Artinya, pendapat yang paling didengar adalah yang paling maslahat untuk masyarakat. Sepanjang jelas maslahatnya bagi umat, seperti dalam penentuan awal Ramadan, maka di situlah orang-orang yang berwenang (otoritatif) harus ditaati oleh umat.
Perbedaan pendapat dalam penentuan awal bulan Qamariah memang tidak dilarang. Bahkan, ada juga yang berpendapat tidak mutlak harus taat kepada keputusan pemerintah (Sultan). Namun, untuk prinsip ‘kemaslahatan publik (al-maslahah al-‘âmmah)’ maka semua pihak harus mampu mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan kelompok.
Jadi, untuk mewujudkan satu hilal satu Fitri, kita tidak perlu mempersoalkan metode apa yang digunakan dan metode mana yang paling benar, tapi cukup dengan ikhlas menyerahkan keputusannya kepada pihak yang telah diberi wewenag oleh pemerintah. Kalaupun mau berdebat terkait metode, jauh hari silahkan duduk bersama mencari titik temu, sehingga saat diputuskan tetap solid.
Hilal kita sama (wilaayatul hukmi). Alangkah indahnya jika kita bisa terus berpuasa dan berhari raya dengan ketetapan waktu yang sama. Semoga ke depan satu hilal untuk satu fitri di Indonesia terwujud.
seperti dikutip dari: Kemenag.go.id