KetikPos.com - Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) yang tergabung dari 15 lembaga non-pemerintahan dari 10 provinsi di Pulau Sumatera yang mendorong transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Koordinator STuEB, Ali Akbar mengatakan, bahwa pihaknya fokus pada kampanye dan advokasi pengungkapan kejahatan korporasi. Berdasarkan hasil pemantauan terhadap 9 PLTU batubara di Sumatera selama 2 tahun ini, STuEB menemulan 47 pelanggaran.
Baca Juga: Menuju Energi Mandiri: Kementerian ESDM Gencarkan Reaktivasi Sumur Migas dan Inovasi Biodiesel
"Dari 47 pelanggaran lingkungan ada 12 di antaranya telah kami laporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.,"ungkap Ali saat menggelar Prolog Media Brief bertema "Sumatera Menolak Punah" di Guns Café Palembang, Senin (21/4).
Menurut Ali, pada masa Presiden Prabowo saat ini, pemerintah terkesan membabi buta dalam mendukung proyek batubara. Sehingga terkesan tidak berniat untuk menjadikan Indonesia sebagai contoh baik dalam menerapkan transisi energi di dunia.
“Pembiayaan eksploitasi pada sumber daya alam seperti hilirisasi batubara merupakan kebijakan yang kontra produktif dengan agenda transisi energi yang sedanf dilakukan Indonesia saat ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, STuEB menilai bahwa percepatan penghentian PLTU batubara di Sumatera membutuhkan langkah lebih kuat, terukur, dan memiliki daya tekan tinggi terhadap korporasi dan pembuat kebijakan.
Baca Juga: 10 Bendungan Terbesar di Indonesia yang Berperan Penting untuk Ketahanan Energi dan Sumber Daya Alam
"Kami mendorong pengurangan ketergantungan terhadap batubara dan promosi energi bersih berbasis potensi lokal. Kami juga menilai kebijakan hilirisasi batubara sebagai langkah kontra produktif terhadap agenda transisi energi nasional," tegasnya.
Selain itu, Ali menyebut akibat penggunaan energi dari fosil banyak menyebabkan kerugian, baik dari lingkungan maupun kesehatan. Sehingga kerugian tersebut menyengsesarakan masyarakat di sekitar perusahaan PLTU atau pertambangan.
“Kita nelihat anacaman kerusakan akibat batubara dan pembangkit saat ini terjadi luar biasa,” tegasnya.
Maka dari itu, Ali berujar jika pihaknya akan melakukan 2 pekerjaan. Pertama, memastikan aktivitas pertambangan dan pembangkit listrik dari fosil tidak menyebabkan korban, dengan cara memantau dan melakukan tindakan perlawanan atas kondisi yang dirusak oleh perusahaan.