Knalpot “Bonk”: Bukan Sekadar Bising, Tapi Juga Dosa Jariyah yang Menggerus Amal

photo author
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 03:30 WIB
knalpot bonk dan fenomenanya (dok)
knalpot bonk dan fenomenanya (dok)

Ketikpos.com, Jakarta - Di tengah hiruk pikuk jalanan kota, ada satu gangguan yang kian hari semakin mencuat: suara knalpot “bonk” alias knalpot bising. Suaranya memekakkan telinga, semburan anginnya terasa mengganggu, terutama ketika berhenti di lampu merah. Tidak jarang, para pengendara lain—terutama yang membawa anak kecil—merasa resah dan terintimidasi oleh raungan mesin yang tidak beradab.
Fenomena ini bukan hanya masalah teknis kendaraan, tetapi telah menjelma menjadi persoalan sosial dan bahkan agama. Dalam pandangan Islam, penggunaan sesuatu yang jelas-jelas membawa kemudaratan (bahaya) bagi orang lain termasuk perbuatan dosa. Lebih jauh, jika dipakai terus-menerus, ia bisa masuk dalam kategori dosa jariyah, yakni dosa yang terus mengalir kepada pemilik selama knalpot bising itu digunakan.


Knalpot Bising di Jalanan: Dari Sekadar Hobi Jadi Sumber Masalah

Para pengguna knalpot bonk sering berdalih:
• “Suara keras itu ciri khas motor balap.”
• “Biar terlihat gagah di jalan.”
• “Lebih mantap gaspol-nya.”
Namun, alasan tersebut jelas egois. Di jalan raya yang seharusnya menjadi ruang publik bersama, suara memekakkan itu menjadi polusi audio. Tidak sedikit warga mengeluh bahwa bunyi knalpot seperti “ledakan” membuat jantung kaget, mengganggu konsentrasi, hingga memicu stres.
Lebih parah lagi, semburan angin knalpot yang diarahkan ke belakang membuat pengendara lain harus menutup wajah, terutama jika membawa anak kecil. Seorang ibu yang berhenti di lampu merah pernah berujar:
“Saya bawa anak usia 3 tahun, begitu ada motor knalpot bonk berhenti di samping, anak saya langsung tutup telinga sambil menangis ketakutan. Ini sudah bukan hobi lagi, tapi teror di jalan.”
Keluhan seperti ini terus bermunculan, menandakan bahwa persoalan knalpot bonk sudah bukan lagi urusan “selera”, melainkan pelanggaran etika sosial.

Perspektif Islam: Mengganggu Orang Lain Itu Dosa

Dalam Islam, tidak boleh seorang Muslim menyakiti saudaranya, baik dengan tangan, lisan, maupun perbuatan. Suara knalpot bising jelas masuk kategori menyakiti dengan perbuatan.
Ustadz Ahmad Hasyim, salah satu pengajar kajian akhlak di Bekasi, menegaskan:
“Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Seorang Muslim adalah yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya.’ (HR. Bukhari Muslim). Kalau suara knalpot membuat orang lain sakit telinga, terganggu konsentrasi, bahkan anak kecil ketakutan, itu termasuk menyakiti. Dan setiap kali motor itu dipakai, dosanya terus mengalir.”
Lebih jauh, penggunaan knalpot bising bisa termasuk dalam kategori dosa jariyah. Sebab, setiap kali motor itu dibawa, gangguan terus berulang. Amal baik si pemilik motor bisa berkurang, sementara dosanya bertambah, bahkan meski ia sedang tidak sadar.
“Bayangkan, kalau setiap hari digunakan, berarti setiap hari juga ia menebar gangguan. Ini seperti sedekah jariyah, tapi terbalik: bukan pahala yang mengalir, melainkan dosa yang menumpuk,” tambah Ustadz Hasyim.


Dosa Jariyah: Amal yang Mengalir, tapi ke Arah yang Salah

Biasanya umat Islam mengenal istilah amal jariyah, yakni amal baik yang terus mengalir pahalanya meski seseorang sudah meninggal, seperti ilmu bermanfaat, anak saleh, atau sedekah. Namun, perlu diingat bahwa kebalikannya pun berlaku: dosa jariyah.
Contohnya:
• Mendirikan tempat maksiat → dosanya terus mengalir dari pengunjung.
• Menyebarkan keburukan → dosanya terus tercatat dari orang yang mengikutinya.
• Menggunakan knalpot bonk → setiap kali motor itu dipakai dan orang lain terganggu, pemiliknya ikut menanggung dosa.
Maka, knalpot bonk bukan hanya merugikan secara sosial, tetapi juga menjadi ladang dosa yang merugikan si pemilik sendiri.

dosanya ada juga ternyata pakai knalpot bonk
dosanya ada juga ternyata pakai knalpot bonk (dok)

Suara Masyarakat: Antara Resah dan Marah

Beberapa komentar masyarakat yang berhasil dihimpun penulis:
• Bapak Roni, sopir ojek online (Depok):
“Kalau di lampu merah, pas ada motor bonk di samping, rasanya kuping mau pecah. Kalau ada penumpang bawa bayi, saya harus menjauh. Mereka itu egois.”
• Ibu Ratna, guru TK (Jakarta):
“Anak-anak saya sering ketakutan kalau dengar suara motor begitu. Bahkan ada yang trauma, setiap dengar suara keras langsung tutup telinga. Saya minta aparat lebih tegas.”
• Adi, mahasiswa (Bekasi):
“Saya dulu sempat pasang knalpot bonk, tapi setelah tahu ternyata bisa dosa jariyah, langsung saya copot. Ternyata gagah di jalan itu nggak sebanding dengan dosa yang saya tanggung.”


Antara Gaya dan Dosa

Pada akhirnya, knalpot bonk hanyalah soal gaya semu. Yang tertinggal bukan wibawa, melainkan jejak kebisingan dan gangguan. Dari sisi sosial, ia merusak kenyamanan publik. Dari sisi agama, ia menggerus amal baik sang pemilik melalui dosa jariyah.
Satu hal yang perlu direnungkan: apakah pantas menukar ketenangan orang lain dengan sekadar “suara keras” demi gaya?
Jika ingin selamat di dunia dan akhirat, lebih baik kembali ke knalpot standar. Jalanan akan lebih tenang, masyarakat lebih nyaman, dan amal pun tetap terjaga.

(as)
#KnalpotBonk #DosaJariyah #GangguanSosial #IslamMelarangMengganggu #PolusiSuara

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Admin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Hyundai Pamerkan Produk Baru

Kamis, 13 Februari 2025 | 21:24 WIB

Penjualan Mobil Listrik Laris Manis

Rabu, 22 Januari 2025 | 06:26 WIB

Perbedaan Mobil Manual dan Matic

Kamis, 21 November 2024 | 21:50 WIB

Pebalap Astra Honda Sia di Seri Penutup IATC Sepang

Rabu, 13 November 2024 | 08:18 WIB
X