"Program PSR ini tidak hanya meningkatkan produktivitas sawit, tetapi juga mendukung ketahanan pangan melalui penanaman padi gogo," kata Eris.
Peneliti utama BRIN, Aris Hairmansis, menekankan pentingnya perubahan pola pikir petani sawit dalam mendukung sistem tumpang sari ini.
"Petani perlu beralih ke pola bertanam padi dengan siklus panen yang lebih pendek dan teknik yang lebih efisien," ungkap Aris.
Sementara Peneliti utama Badan Riset Nasional (BRIN), Aris Hairmansis mengatakan pola tumpang sari padi gogo di kebun kelapa sawit perlu dibarengi dengan perubahan budaya bertanam semusim yang dimiliki petani kelapa sawit.
“Petani sawit perlu mengubah mindset dari kebiasaan merawat tanaman kelapa sawit beralih ke tanaman padi karena siklus tanaman padi hanya berkisar 4 bulan panen sehingga harus menggunakan bibit unggul sesuai lokasi, dosis pemupukan sampai dengan pengendalian hama lahan kering yang tepat” terangnya.
Baca Juga: Tim Satgas Pangan Polda Sumsel Cek Gudang dan Ketersediaan Beras, Stok Aman
Lebih lanjut Aris menjelaskan padi gogo merupakan suatu jenis padi yang tidak ditanam di sawah yang memerlukan pengairan yang banyak, ia acap ditanam di kebun atau ladang yang tidak memerlukan irigasi khusus.
"Pola tumpang sari padi gogo pada lahan kelapa sawit teran dia sudah cukup berhasil. Adapun benih unggul yang digunakan, yakni IPB 9G produksi Institut Pertanian Bogor,"pungkasnya(*)