Menulis dengan Jiwa: Ahmad Tohari, Esther Haluk, dan Murdiono Mokoginta Raih Penghargaan Penulis 2024

photo author
DNU
- Minggu, 8 Desember 2024 | 09:31 WIB
 Denny. JA (Ketua satupena dan  Denny. JA. Foundation). Kanan: Anwar Putra Bayu (Ketua Dewan Juri Satupena Award) (Dok)
Denny. JA (Ketua satupena dan Denny. JA. Foundation). Kanan: Anwar Putra Bayu (Ketua Dewan Juri Satupena Award) (Dok)

KetikPos.com– Dunia literasi Indonesia kembali bersinar dengan pengumuman tiga nama besar penerima penghargaan Penulis 2024 yang dipersembahkan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA dan Lembaga Kreator Era AI. Penghargaan ini tidak hanya mengapresiasi karya mereka tetapi juga dedikasi yang menginspirasi di dunia sastra dan sejarah.

Ahmad Tohari: Pemahat Jiwa Desa yang Abadi
Ahmad Tohari, maestro sastra yang dikenal dengan Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, menerima Lifetime Achievement Award 2024. Penghargaan ini adalah penghormatan atas lebih dari empat dekade karya yang tidak hanya memotret keindahan desa tetapi juga kegelisahan sosial masyarakat Indonesia.

Tiga Pilar Karya Ahmad Tohari:

1. Penjaga Jiwa Desa: Tohari menjadikan desa sebagai nadi cerita yang penuh warna dan tradisi, melawan arus modernisasi yang sering meminggirkan masyarakat kecil.


2. Saksi Keadilan Sosial: Dalam karya seperti Kubah dan Orang-Orang Proyek, ia menghadirkan narasi tentang ketimpangan dan perjuangan moral dalam masyarakat.


3. Penghubung Spiritualitas dan Kemanusiaan: Tohari menyatukan nilai spiritual dan realitas manusia, menciptakan keseimbangan yang relevan hingga kini.

 

Penghargaan ini mengukuhkan Ahmad Tohari sebagai penjaga warisan budaya Indonesia sekaligus jembatan antara tradisi dan modernitas.

Esther Haluk: Nyanyian dari Tanah Papua
Dari Timur Indonesia, Esther Haluk, penulis buku puisi Nyanyian Sunyi (2021), meraih Dermakata Award 2024 untuk kategori Fiksi. Karya-karyanya menggugah kesadaran tentang diskriminasi dan ketidakadilan yang dialami masyarakat Papua, khususnya perempuan.

Esther Haluk Dikenal Karena:

Menggunakan sastra sebagai medium advokasi bagi komunitasnya.

Menggambarkan realitas perempuan Papua dengan keberanian dan kejujuran yang memukau.

Memadukan keindahan estetika sastra dengan keberanian moral dalam mengangkat isu sensitif.


Penghargaan ini menjadi simbol pengakuan atas suaranya yang menyuarakan mereka yang selama ini terpinggirkan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Rekomendasi

Terkini

X