KetikPos.com — Akademisi sekaligus pemerhati kebijakan aparatur sipil negara, Dr. Dodi I.K, mendorong pemerintah dan DPR RI untuk mengambil langkah berani dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Dia menilai revisi UU tersebut harus mampu menjawab persoalan politisasi jabatan, khususnya pada jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) dan pejabat eselon II yang selama ini dianggap paling rawan tarik-menarik kepentingan politik setiap menjelang pilkada.
Wacana revisi UU ASN kembali mencuat setelah Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menilai aturan saat ini masih menyisakan banyak celah yang membuka ruang politisasi. JPT Pratama (Eselon II) disebut sebagai posisi yang paling sering menjadi objek intervensi kepala daerah.
Baca Juga: Perwali Baru, Mutasi ASN Palembang Kini Lebih Ketat dan Transparan
Namun, Dr. Dodi menilai salah satu rumusan revisi, yakni usulan agar Presiden menentukan pejabat eselon II daerah, bukan solusi yang tepat dan justru berpotensi menimbulkan ketegangan baru dalam tata kelola pemerintahan daerah.
“Saya kurang sependapat bila jabatan Sekda dan Eselon II kabupaten/kota ditarik menjadi kewenangan pemerintah pusat. Kedua jabatan ini merupakan pembantu kepala daerah, sehingga pengangkatannya tetap harus berada pada kepala daerah,” ujar Dr. Dodi saat dimintai tanggapan, pada Kamis (27/11/2025).
Dodi menjelaskan bahwa apabila kewenangan pengangkatannya diberikan kepada pemerintah pusat, pejabat yang diangkat akan cenderung merasa berada di bawah struktur pusat, bukan bekerja sepenuhnya untuk kepala daerah.
“Hal ini akan menimbulkan disharmoni. Pejabat bisa merasa dirinya pegawai pusat karena SK-nya berasal dari Presiden atau Mendagri. Ini tentu tidak sehat bagi hubungan kerja di pemerintahan daerah,” tegas Praktisi sekaligus Pakar Ilmu Hukum ini.
Baca Juga: Hidupkan Lagi LRT Palembang: ASN dan Pelajar Jadi Pionir Atasi Kemacetan
Sebagai jalan tengah, Dr. Dodi mengusulkan agar jabatan strategis seperti Sekda dan Eselon II tidak lagi wajib diisi ASN, melainkan Non-ASN profesional, serupa dengan pola pengisian jabatan menteri sebagai pembantu Presiden.
“Jika ingin menghindari politisasi ASN, revisi UU ASN sebaiknya memberi ruang agar jabatan Sekda dan Eselon II dapat diisi Non-ASN. Dengan begitu, ASN tidak lagi menjadi korban tarik-menarik politik,” papar Dosen Hukum Internasional Universitas IBA Palembang itu.
Baca Juga: Dari Ruang Audiensi ke Komitmen Besar ASN Palembang, Sinergi Pemkot Palembang-BKN
Menurutnya, skema tersebut lebih adil dan adaptif karena dapat membebaskan ASN dari tekanan politik setiap kali terjadi pergantian kepala daerah,
Artikel Terkait
Sekda Palembang Blusukan ke Kecamatan: “ASN Bukan Bos, Tapi Pelayan Masyarakat”
Medali untuk Negeri: ASN Palembang Torehkan Prestasi di Porprov Korpri Sumsel 2025
DPR Setujui Tambahan Anggaran Kemenag 2025: Fokus pada BOS Madrasah, Gaji ASN, dan Tunjangan Guru
Dari Ruang Audiensi ke Komitmen Besar ASN Palembang, Sinergi Pemkot Palembang-BKN
Hidupkan Lagi LRT Palembang: ASN dan Pelajar Jadi Pionir Atasi Kemacetan
Wali Kota Ratu Dewa Pimpin Apel dan Lantik 1.560 PPPK Tahap II: “Hari Ini, Kalian Resmi Menjadi ASN Pemkot Palembang”
Perwali Baru, Mutasi ASN Palembang Kini Lebih Ketat dan Transparan