Malam Lailatul Qadar, Malam Penuh Berkah Ini Keistimewaan dan Keutamaannya

photo author
DNU
- Minggu, 16 April 2023 | 07:09 WIB
Prof Dr KH Said Agil Husin Al-Munawar, MA (tangkapan layar @istiqlal.or.id)
Prof Dr KH Said Agil Husin Al-Munawar, MA (tangkapan layar @istiqlal.or.id)

Di dalam Al-Qur'an, kata ‘qadr’ digunakan untuk tiga arti:

1. Penetapan dan pengaturan sehingga Lailatul Qadr dipahami sebagai malam penetapan Allah subhanahu wata'ala bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh firman Allah subhanahu wata'ala pada Al-Qur'an surah al-Dukhan ayat 3.

Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun, Al-Qur'an yang turun pada malam Lailatul Qadr diartikan bahwa pada malam itu Allah subhanahu wata'ala mengatur dan menetapkan ketentuan dan strategi bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.

2. Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur'an serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Kata qadr yang berarti mulia ditemukan dalam Al-Qur'an surah Al-An'am ayat ke-91 yang berbicara tentang kaum musyrik.

3. Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surah Al-Qadr, Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Qadr ayat 4,

تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ

Artinya: "Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan." (QS. Al-Qadr [97]: 4)

Kata qadr yang berarti sempit digunakan oleh Al-Qur'an antara lain dalam surah Al-Ra'd ayat 26, Allah subhanahu wata'ala berfirman:

اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗوَفَرِحُوْا بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا مَتَاعٌ ࣖ

Artinya: "Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Mereka bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia hanyalah kesenangan (yang sedikit) dibanding kehidupan akhirat." (QS. Ar-Ra'd [13]: 26).

Ketiga arti tersebut pada hakikatnya dapat menjadi benar karena bukankah malam tersebut adalah malam mulia yang bila dapat diraih maka ia menetapkan masa depan manusia, dan bahwa pada malam itu malaikat-malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan?

Namun demikian, masih ada pertanyaan tentang kehadirannya, apakah setiap tahun atau hanya sekali, yakni ketika turunnya Al-Qur'an 15 abad yang lalu?

Dari Al-Qur'an ditemukan penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah subhanahu wata'ala itu diturunkan pada Lailatul Qadr, tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa Al-Qur'an telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka atas dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi.

Kemuliaan yang diperoleh oleh malam tersebut adalah karena ia terpilih menjadi waktu turunnya Al-Qur'an. Ibnu Hajar--ulama ahli hadist, menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda bahwa Lailatul Qadr sudah tidak akan datang lagi.

Pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Qur'an serta sekian banyak teks hadist yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadhan. Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada malam-malam ganjil setelah berlalu dua puluh hari Ramadhan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Sumber: istiqlal.or.id

Tags

Rekomendasi

Terkini

X