Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.*
Setiap bahasa sejatinya memiliki makna dan cara masing-masing untuk disampaikan agar dipahami oleh lawan dalam berkomunikasi atau menyampaikan bahasa tersebut.
Bahasa tubuh, artikulasi atau simbol-simbol yang mengandung makna merupakan bagian dari bahasa.
Tujuan bahasa disampaikan juga beragam, terdapat maksud untuk menyampaikan maksud, menjelaskan, atau sekedar memberi teguran dengan berbagai cara merupakan di antara tujuan dari dibentuknya berbagai bahasa.
Ampuh dan tidaknya pada prinsipnya adalah tidak lepas dari tersampaikannya maksud.
Di luar diindahkan atau diabaikan, bahasa yang tersampaikan dengan maksud atau tujuan dan cara yang sesuai sejatinya sudah memenuhi kategori ampuh dalam berbahasa.
Terkhusus untuk wanita, sebagai makhluk Allah yang tidak bisa lepas dari jetentuan-ketentuanNya, wanita yang baik adalah mereka yang terkategori Solehah.
Setiap wanita yang sehat jasmani dan rohaninya sejatinya menginginkan agar dirinya menjadi wanita salehah.
Pada kenyataannya, baik tekstual atau kontekstual, wanita sering kali menjadi bagian masalah.
Meski peran wanita tidak dapat dikesampingkan, baik sebagai ibu atau istri maupun secara keseluruhan kepribadian seorang sebagai wanita, di sisi lain tidak jarang tudingan negatif diarahkan kepada seseorang hanya karena dia wanita, seperti racun dunia, fitnah dunia dan lain sebagainya.
Namun sejatinya, komunikasi yang baik adalah komunikasi yang sopan, lembut dan jauh dari kekerasan.
Begitu pun terhadap wanita, sikap yang baik akan lebih mudah dimengerti seorang wanita, bahkan sekedar teguran.
Komunikasi yang keras akan memicu sikap keras (arogansi) dan premanisme.
Maka sindiran sejatinya lebih baik dari pada perkataan kasar dan tegas terlebih terkait kesalahan atau kekurangan yang hendak diluruskan.
Terlebih, bahasa tersebut dalam rangka menyampaikan teguran atau pesan-pesan kebenaran dan kedamaian.
Begitu pun komunikasi pada umumnya sejatinya banyak menggunakan bahasa-bahasa sindiran dan halus sehingga cenderung sopan ("polite").