Oleh Muhamad Nasir
Pemimpin Umum KetikPos.com
Pemakaian gelar profesor dalam sebuah penghargaan kembali jadi sorotan. Manakala, tahun ini kali kedua Profesor Mahyuddin Award dianugerahkan di ballroom the Zuri hotel pada tanggal 14 September 2025.
Piala Penghargaan PMA 2025 untuk ke-9 kategori diserahkan langsung oleh H. Yudha Pratomo Mahyuddin, MSc., Ph.D selaku Ketua Profesor Mahyuddin institute yang juga menjabat Rektor Universitas Sumatera Selatan
Menurut Yudha, penghargaan ini untuk menghormati jasa seorang tokoh akademik. Pertanyaannya: apakah penggunaan gelar profesor dalam nama penghargaan diperbolehkan, terlebih bila yang bersangkutan sudah pensiun atau wafat?
Profesor: Jabatan, Bukan Gelar Seumur Hidup
Di Indonesia, Profesor (Guru Besar) berbeda dengan gelar akademik lain seperti S2 atau S3. Ia bukan gelar permanen, melainkan jabatan fungsional tertinggi dosen di perguruan tinggi.
Begitu seorang dosen pensiun, jabatan profesornya otomatis berakhir. Jika perguruan tinggi ingin tetap memberi kehormatan, status Profesor Emeritus dapat dianugerahkan.
Status ini menunjukkan penghargaan atas dedikasi ilmiah meski sudah tidak lagi aktif mengajar.
Dasar Hukum
Aturan ini termaktub dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) No. 17/2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen, serta ditegaskan kembali dalam regulasi Kemenristekdikti.
Mantan Menristekdikti Mohamad Nasir pernah menegaskan pada 2019 bahwa profesor bukan gelar seumur hidup.
“Profesor adalah gelar fungsional yang diraih seseorang untuk bidang ilmu tertentu. Gelar profesor tidak dapat digunakan sepanjang masa dan hanya berlaku sementara ketika orang tersebut masih aktif mengajar,” ujar Nasir seperti dikutip dari PKB.id.
Ia bahkan mencontohkan dirinya sendiri saat menjabat menteri harus melepas status profesor dalam surat resmi.