Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “bedah” adalah pengobatan penyakit dengan jalan memotong (mengiris dan sebagainya) bagian tubuh yang sakit; operasi. Saat ditambahkan kata “buku” menjadi kata “bedah buku”, bermakna pembicaraan dan diskusi mengenai isi buku. Adapun secara garis besar ada dua jenis buku, yaitu buku fiksi (novel, cerpen, komik dongeng) dan buku nonfiksi (sejarah, biografi, referensi, karya ilmiah, dll).
Buku karya sastra, seperti novel adalah hasil imajinasi dari seorang penulis atau biasa disebut pengarang. Ide hasil imajinasi yang dituangkan pengarang tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber. Misalnya, dari pengalaman pribadi pengarang, pengalaman orang lain seperti teman, keluarga, atau hasil bacaan referensi.
Karya fiksi mempunyai sifat khayal, ada nilai-nilai seni yang disebut imajinasi, dan penggunaan bahasa yaitu invensi. Cerita karya sastra dapat berupa murni imajinasi pengarang ataupun dapat juga berupa fakta yang terjadi dan diimajinasikan oleh pengarang. Persoalan estetika dalam sastra merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji, karena di dalamnya mewariskan ide-ide tentang kontemporer, simbol dan pengalaman estetik dan sifatnya unik. Isi buku karya sastra itulah yang dibedah oleh kritikus sastra dalam bentuk kegiatan apresiasi sebuah karya sastra.
Aminuddin mengemukakan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra (2011).
Secara terminologi, apresiasi sastra dapat diartikan sebagai penghargaan, penilaian, dan pengertian terhadap karya sastra, Dalam konteks yang lebih luas, istilah apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, serta pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Untuk dapat memberi penghargaan terhadap sesuatu, tentunya kita harus mengenal sesuatu itu dengan baik dan dengan akrab agar kita dapat bertindak dengan seadil-adilnya terhadap sesuatu itu, sebelum kita dapat memberi pertimbangan bagaimana penghargaan yang akan diberikan terhadap sesuatu itu. Kalau yang dimaksud dengan sesuatu itu adalah karya sastra, apresiasi itu berati memberi penghargaan dengan sebaik-baiknya dan seobjektif mungkin terhadap karya sastra tersebut.
Membedah sebuah karya sastra dapat menggunakan pendekatan objektif dikarenakan memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarang. Pendekatan ini juga disebut oleh Welek & Waren (1990) sebagai pendekatan intrinsik karena kajian difokuskan pada unsur intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan, koherensi, dan kebenaran sendiri.
Pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek historis, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk biografi.
Hal ini juga pernah dinyatakan Roland Bathes dalam tulisan esainya The Death of the Author bahwa ketika pembaca menafsirkan isi teks dalam sebuah karya sastra, pengarang seharusnya menghilang di dalam teks, kemudian lenyap. Ketika pembaca mengeja teks, ia tidak lagi menemukan jejak pengarang. Pengarang menghalangi jarak pandang pembaca ke teks. Kehadiran pengarang justru telah membuat pembaca tidak menyingkap makna orisinalitas teks
Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga disebut analisis otonomi, analisis ergosentrik, pembacaan mikroskopi. Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur dalam dengan mempertimbangkan keterjalinan antarunsur di satu pihak, dan unsur-unsur dengan totalitas di pihak yang lain.
Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia karya sastra merupakan fiksi yang tidak berhubungan dengan dunia nyata. Karena menciptakan dunianya sendiri, karya sastra tentu dapat dipahami berdasarkan apa yang ada atau secara eksplisit tertulis dalam teks tersebut.
Sebuah karya sastra seperti novel mengandung unsur intrinsik, yaitu unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks novel itu sendiri, seperti tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, gaya bahasa, sudut pandang, dan amanat. Unsur-unsur tersebutlah yang biasanya dikupas atau dibedah oleh pengulas buku sastra ataupun kritikus sastra.
Dibutuhkan pemahaman dan penafsiran yang mendalam untuk membedah sebuah karya sastra. Namun demikian, interpretasi kritikus sastra tentulah tidak sama antara satu sama lain. Akan tetapi, setidaknya membedah ala kritikus sastra akan membuka wawasan kita tentang kehadiran sebuah karya sastra.
Penulis: Dr. Darwin Effendi, M.Pd.
Dosen Univ. PGRI Palembang
Penulis Buku Kumcen Sekelumit Kisah Cinta, Kumpuis Sajak Bersama Kopi