politik-eksbis

Pengamat Politik Ade Indra Chaniago: Pejabat Kepala Daerah Didesak Mundur Sebelum Pilkada untuk Hindari Penyalahgunaan Jabatan

Senin, 1 April 2024 | 01:05 WIB
Pengamat Politik, Dr (C) Ade Indra Chaniago (Dok Ist/KetikPos.com)

KetikPos.com - Pengamat Politik, Dr (C) Ade Indra Chaniago mengatakan bagi Pejabat (Pj) Kepala Daerah boleh saja ikut serta dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mendatang. Karena  tidak ada larangan bagi para Pj kepala daerah tersebut baik gubernur, bupati atau walikota untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah definitif lewat pilkada.

Namun, tentunya, PJ yang mempunyai hasrat atau keinginan untuk maju dalam kontestasi pilkada harus mundur dari jabatannya. Hal ini guna mencegah terjadinya penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan politik pribadi.

"Walaupun tidak ada larangan baik para PJ kepala daerah maju Pilkada, tetapi Mendagri telah menegaskan jika mau mengikuti Kontestasi Pilkada, PJ kepala daerah baik gubernur, bupati atau Walikota untuk mundur lima bulan sebelum pelaksanaan Pilkada, "ungkap Ade saat dimintai tanggapannya, Minggu (31/03/24)

Namun, kata Ade, pernyataan Mendagri, Tito Karnavian tersebut menunai pertanyaan karena tidak eksplisit, soal yang dimaksud harus mundur lima bulan sebelum pelaksaan Pilkada itu, apakah mundur sebelum pelaksaan atau sebelum tahapan pelaksanaan Pilkada itu sendiri.

"Jika kita mengacu pada tahapan pelaksanaan Pilkada yang akan  dimulai pada awal bulan Mei 2024, dan pendaftaran akan dimulai pada 27 Agustus 2024. Namun jika mengacu pada pelaksanaan pilkada itu sendiri akan dilaksanakan pada 27 November 2024, artinya PJ harus mundur pada Bulan Juni 2024” ungkap dia.

Sambung, Ade, jika mengacu pelaksanaan pasti tahapan Pilkada juga masuk dalam rangkaian proses Pilkada itu sendiri, oleh karena itu  sudah seyogyanya seluruh Pj Kepala Daerah yang berkeinginan maju pada Pilkada untuk segera mundur dari jabatannya terhitung sejak 27 Maret 2024.

"PJ kepala daerah baik gubernur, bupati atau Walikota yang memiliki hasrat untuk ikut kontestasi pilkada, sudah seyogyanya mundur terhitung sejak 27 Maret 2024 kemarin. Karena tahapan Pilkada merupakan suatu rangkaian dari pelaksaan Pilkada itu sendiri," beber dia.

Tapi, pada pratiknya, lanjut Ade, PJ Kepala Daerah di Sumsel masih aktif menjalankan tugas dan kewajibannya. Hal ini diduga sangat rentan terjadi penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan politik pribadi, sehingga netralitas pj tersebut patut dipertanyakan.

Sedangkan jabatan Pj Kepala Daerah yang ditunjuk oleh  pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri sebagai pengisi kekosongan pimpinan daerah. Karena itu, tidak boleh menggunakan jabatan untuk kepentingan politik pribadi. "Seluruh penjabat kepala daerah harus bersikap netral dalam pelaksanaan pilkada," tegasnya.

"Netralitas penjabat kepala daerah dalam pilkada diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota, menjadi Undang-Undang yang ditetapkan tanggal 1 Juli 2016. Jadi seorang penjabat kepala daerah tidak boleh menggunakan jabatannya untuk kepentingan politik pribadi," jelas dia dengan tegas.

Kata Ade, ketentuan pada regulasi juga mencegah penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota mengundurkan diri untuk mencalonkan menjadi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota.

Ade menambahkan, hal tersebut sebagaimana tertuang pada pasal 7 ayat (2) huruf q, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil wali kota harus memenuhi persyaratan. Persyaratan itu disebutkan pada ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 untuk seorang calon kepala daerah diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut huruf q: tidak berstatus sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati dan penjabat wali kota.

"Jadi, untuk Pj Kepala Daerah di Sumsel yang berkeinginan maju pada Pilkada 2024, secara tegas diminta segera mundur dari jabatannya. Jangan sampai justru jabatan yang sedang diemban digunakan untuk keperluan politik maju dalam kontestasi Pilkada 2024, apalagi berpotensi adanya abuse of power atau penyalahgunaan sumber daya dan fasilitas daerah untuk kepentingan pencalonannya, ini jelas-jelas bertentangan dengan aturan perundangan. Jadi jangan pula sampai ada penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan politik pilkada,” beber dia.

Lebih lanjut, Ade menyampaikan jika hampir semua Pj Kepala Daerah khususnya di Sumsel telah  melakukan abuse of power untuk kepentingan pemenangannya  dalam kontestasi Pilkada yang akan datang.

"Kami contohkan saja, seperti PJ Walikota Palembang yang balihonya sudah dipasang di berbagai titik di Kota Palembang dan sudah hangat dibicarakan jika dirinya akan maju pada Pilkada 2024.

Misalnya, kita pernah melihat baleho Pj Walikota Palembang bertuliskan Hastag Dulur RD. Lantas apa hubungan hastag Dulur RD dengan tugas dan jabatan Pj Walikota Palembang. Ini jelas dan nyata-nyata memanfaatkan jabatannya untuk membangun popularitas jelang kontestasi pilkada yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 November akhir tahun ini," ungkap dia.,

Selain itu, sambung Ade,  setiap program yang mereka lakukan sangat kental nuansa politisasi, seolah-olah kegiatan apapun yang mereka lakukan targetnya adalah untuk branding personal sang Pj untuk kepentingan pilkada semata.

"Jadi saya fikir kenapa tidak sekarang saja mereka semua mundur supaya pertarungan lebih berimbang dan uang rakyat tidak dipergunakan untuk kepentingan pribadi mereka," tandas dia (*)

Tags

Terkini

Kejaksaan RI telah Bertransformasi & Mereformasi Diri

Rabu, 19 November 2025 | 12:23 WIB