Padahal satu guru, tapi mengapa jalannya berbeda?
Jawabannya ada pada pengalaman hidup.
• Soekarno: dibentuk oleh dunia intelektual dan politik kota besar.
• Semaun: tumbuh di dunia buruh dan pergerakan kelas pekerja.
• Kartosuwiryo: hidup di dunia pesantren dan nilai-nilai Islam.
Lingkungan yang berbeda, ditambah karakter pribadi, membuat mereka memilih jalan yang berbeda pula.
Hari Ini: Siapa yang Bertahan?
Sejarah mencatat:
• Soekarno dan nasionalismenya bertahan. Pancasila masih menjadi fondasi Indonesia.
• PKI dan komunisme ala Semaun dinyatakan terlarang sejak 1965, ditegaskan lewat UU 27/1999.
• NII ala Kartosuwiryo juga dianggap pemberontakan sejak 1949–1962.
Namun, bukan berarti ide-ide mereka lenyap.
• Semangat keadilan sosial ala Semaun masih hidup dalam tuntutan buruh dan petani.
• Semangat moralitas agama ala Kartosuwiryo masih muncul dalam wacana Islam politik.
• Nasionalisme ala Soekarno terus menjadi kompas bangsa.
Refleksi untuk Generasi Muda
Sejarah tiga tokoh ini memberi pesan penting:
1. Satu guru bisa melahirkan banyak jalan. Perbedaan adalah hal wajar.
2. Setiap ideologi lahir dari konteks. Semaun dari dunia buruh, Soekarno dari dunia intelektual, Kartosuwiryo dari dunia pesantren.
3. Indonesia hari ini butuh sintesis. Nasionalisme, keadilan sosial, dan moralitas agama dalam satu ideologi Pancasila
Bagi generasi muda, pilihan ada di tangan kita. Mau menutup mata pada sejarah, atau belajar darinya untuk membangun Indonesia yang lebih matang, adil, dan beradab.
Soekarno, Semaun, dan Kartosuwiryo adalah simbol perbedaan jalan politik bangsa. Mereka pernah berseberangan, bahkan berkonflik. Tapi generasi hari ini bisa mengambil hikmah: bahwa nasionalisme, keadilan sosial, dan moralitas agama seharusnya bukan pertentangan, melainkan tiga tiang yang menopang Indonesia yang berketuhanan dibawah naungan Pancasila.
Oleh: AS
#SejarahIndonesia #Soekarno #Semaun #Kartosuwiryo #Tjokroaminoto #NII #PKI #Pancasila #JenderalSoedirman #BahayaLatenKomunis #DarulIslam #Nasionalisme