Ketik Pos.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumsel Ir S A Supriono menghadiri dan membuka secara resmi kegiatan Konsultasi Publik rencana aksi kelompok kerja Mangrove daerah provinsi Sumsel dan rencana desain restorasi ekosistem Mangrove di pesisir Sumsel.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel bersama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara yang dipusatkan di ballroom Aston Hotel Palembang, Rabu (29/11/2023).
Turut hadir di dalam acara ini melalui zoom (virtual) Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove (RPDM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK ) Ir Inge Retnowati, M.E, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel Pandji Tjahjanto, S.Hut., M.Si,
Baca Juga: Satlantas dan Dishub PALI Survei Jalan Dua Arah
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Sumsel Drs H Edward Candra, M.H yang diwakili oleh Sekretaris DLHP Provinsi Sumsel Herdi Apriansyah, S.STP., M.M, Mangrove Program Manager MERA Yayasan Konservasi Alam Nusantara A Tomi Prasetyo Wibowo.
Sebagai narasumber di dalam kegiatan ini yakni Kepala Balai (Kabid) Pengelolaan Daerah Air Sungai (DAS) Musi, Direktorat Jenderal Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) Dr Sulthani, M.Sc,
Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Air Sungai-Kesatuan Pengelolaan Hutan dan lingkungan (KPHL) Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel Oscar Devi Presta, S.Hut., M.Si, Departemen Of Marine Science UNSRI South Sumatera Indonesia Tengku Zia Ulqodry,
Baca Juga: Tolak Kenaikan Upah Murah, Buruh di Sumsel Suarakan Aksi di Kantor Gubernur, Berikut Tuntutannya
Sekda Provinsi Sumsel Ir SA Supriono mengatakan, kerusakan hutan Mangrove secara global salah satunya dirasakan di daerah pesisir Provinsi Sumsel, untuk Mangrove di Provinsi Sumsel sendiri seluas 171.629 hektar (ha) (KLHK tahun 2022) yang tersebar di Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, dan Musi Banyuasin (Muba).
Luasan Mangrove di Provinsi Sumsel tersebut merupakan 27,98 persen dari total luas Mangrove di Sumatera (567.900 ha) atau 4,72 persen dari total luas Mangrove di Indonesia (3,364 juta ha).
“Adapun berdasarkan hasil analisis Yayasan Konservasi Alam Nusantara tahun 2022, sekitar 1.123,80 ha hutan Mangrove di pesisir Sumsel memiliki tutupan tajuk jarang dan sekitar 26.720,49 ha kawasan Mangrove berpotensi untuk direstorasi,” ujarnya.
Baca Juga: Ditintelkam Polda Sumsel Gelar Rakernis Fungsi Intelkam TA 2023
Dia menuturkan, kerusakan ekosistem Mangrove di Provinsi Sumsel terutama disebabkan oleh alih fungsi lahan (untuk tambak, perkebunan kelapa sawit, dan lain-lain), limbah tambak dan perkebunan, pembuangan limbah rumah tangga, dan penebangan ilegal untuk bahan bangunan.
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), bekerja sama dengan para pemangku kepentingan terkait, menginisiasi sebuah aliansi dengan nama Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA), sebuah platform nasional yang melibatkan multi-pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan bersama.
“Di mana dengan membangun sebuah perencanaan terpadu dari semua pihak berdasarkan kepastian keilmuan untuk mengurangi kerentanan masyarakat pesisir, sumber daya alam dan aset vital negara, serta pengembangan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir,” ungkapnya.
Baca Juga: Dugaan Penyelewengan Dana Bansos, KPK Periksa Tiga Saksi
Dia menerangkan, dalam konteks mewujudkan implementasi rencana aksi Kelompok Kerja Mangrove Daerah dan upaya pemulihan ekosistem Mangrove, maka diperlukan dialog multi pihak dengan pihak pengelola kawasan.
Rencana Aksi Kelompok Kerja Mangrove Daerah (RA-KKMD) merupakan agenda bersama pemerintah, pemerintah daerah serta pemangku kepentingan terkait sebagai pelaksana pengelolaan tata kelola Mangrove daerah.
Sedangkan desain restorasi perlu didasari oleh data, informasi, dan pertimbangan keilmuan yang kuat. Oleh karena itu, beberapa studi dan kajian sebagai dasar dalam menentukan strategi dan metode restorasi telah dilakukan, seperti lokakarya perencanaan aksi konservasi, pemetaan partisipatif, pemetaan stake holder, pemantauan ekosistem mangrove (flora, ikan, burung, mamalia, dan herpetofauna), dan studi hidrooseanografi.
Baca Juga: Kasus HIV Meningkat, Gay Ternyata Penyebab Tertinggi
“Oleh karena itu, perlu dilakukan konsultasi publik yang melibatkan berbagai pihak terkait dalam merumuskan RA-KKMD dan Desain Restorasi Ekosistem Mangrove Provinsi Sumsel serta mengajak para mitra lainnya untuk dapat bergabung dalam aliansi MERA dalam rangka restorasi dan konservasi ekosistem Mangrove di Provinsi Sumsel,” katanya.
Oleh sebab itu, sambung dia, Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) Provinsi Sumsel mulai kembali diaktifkan, melalui Surat Keputusan Gubernur Sumsel Nomor SK. 588/KPTS/DISHUT/2022 tanggal 11 Agustus 2022.
KKMD Provinsi Sumsel merupakan wadah bagi para pemerhati Mangrove yang berasal dari berbagai pihak, baik birokrat, akademisi, LSM, swasta maupun masyarakat untuk bergerak secara bersama-sama dalam menjaga kelestarian ekosistem Mangrove Provinsi Sumsel.
Baca Juga: Miliki Komitmen Terhadap Guru, PJ Gubernur Sumsel Dapat Penghargaan
Hadirnya KKMD di Provinsi Sumsel yang terdiri dari multi pihak diharapkan dapat memainkan peranan untuk fungsi operasional restorasi Mangrove dan tata kelola pengelolaan ekosistem Mangrove di Provinsi Sumsel.
“Kami berterima kasih kepada Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) yang telah mendukung dan memfasilitasi terbentuknya RA-KKMD dan data serta konsep desain restorasi di wilayah Sumsel, khususnya Kabupaten OKI. Ini merupakan capaian dan pemajuan yang luar biasa untuk Sumatera Selatan terkait dengan perlindungan Mangrove,” tandasnya.
Baca Juga: Deklarasi Pemilu Damai 2024, Sekda Sumsel Ajak Semua Pihak Jaga Kondusifitas Daerah
Sementara itu, Pandji Tjahjanto Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan mengatakan, tujuan dari kegiatan konsultasi publik, adalah untuk mensosialisasikan ataupun mendengar ide (Masukan) dari pihak - pihak terkait tentang program kelompok kerja Mangrove yang dibentuk oleh pemerintah provinsi Sumatera selatan melalui dinas kehutanan.
Dilanjutkannya, bahwa provinsi Sumatera selatan saat ini memiliki 345.990 hektar, dan 171.000 Hektar diantaranya mengalami penurunan yang disebabkan oleh perambahan liar.
Jika tidak segera ditanggulangi, situasi ini dikhawatirkan akan berdampak pada kerusakan ekosistem pesisir, termasuk risiko bencana alam.
Baca Juga: 45 Lembaga Ikuti Program Pendampingan Bahasa Ruang Publik dan Naskah Dinas
Pandji menegaskan bahwa keberadaan hutan mangrove sangat penting sebagai penunjang keberadaan ekosistem esensial yang memiliki fungsi penyedia sumber nutrisi dan penjaga bentang daerah pesisir.
" ”Ekosistem mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan menjadi salah satu produsen perikanan laut di suatu daerah,” pungkasnya.