Setelah sang anak berumur 40 hari, sang ibunda sudah nifas, maka ada tradisi kupek turun ke tanah atau bayi turun ke bumi.
Ditangani orang tua yang punya pengetahuan dalam hal tersebut, awalnya kupek dimandikan dengan air kembang dan diberi pakaian tentu diiringi doa agar anak selalu sehat, soleh-soleha.
Digendong oleh sang ibu penolong turun ke tanah, berjalan di jalan raya sampai ke pertigaan desa pada pagi hari. Bahkan menyusur ke pesisir sungai Lubai sambil menghamburkan kembang tujuh rupa dan uang receh logam dengan harapan nantinya sang anak murah rezeki.
Selesai keliling sang anak diajak pulang ke rumah. Sesampai di rumah sang ibu penolong mengucapkan Assalamu alaikum, dijawab oleh ibu kupek dari dalam rumah wa alaikumussalam. Lantas sang ibu penolong bertanye, ade jeme de di humah, jawab ibu kupek, ade, masoklah, baru setelah itu kupek diserahkan ke sang ibunda tercinta.
Dengan demikian ritual kupek turun ke tanah selesai dan kupekpun seterusnya bebas dibawa keluar rumah.
Dizaman sekarang tradisi kupek turun ke tanah, sudah mulai tergerus oleh modernisasi, namun manakala ada hal-hal yang baik sebaiknya dilestarikan walau tetap dijaga jangan sampai ada unsur syirik.