opini-tajuk

Pelangi Beringin Lubai IV: Sungai Lubai, Riwayatmu Dulu: Jejak Air, Jiwa, dan Kenangan yang Tak Pernah Padam

Minggu, 26 Oktober 2025 | 08:56 WIB
Sungai Lubai yang menjadi urat nadi wagra dan masyarakat Lubai (Dok)


Lembah Lubai: Tanah Subur, Air yang Bercerita

Dulu, jauh sebelum jalan-jalan beraspal dan deru mesin menjadi suara harian, Sungai Lubai adalah urat nadi kehidupan masyarakat di wilayah Marga Lubai Suku 1 dan Suku 2 — bagian dari Kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah yang kini terbagi menjadi Lubai Induk dan Lubai Ulu.

Sungai ini membentang gagah dari hulu di Desa Lecah, berbatasan dengan Ogan Komering Ulu, hingga ke hilir di Desa Tanjung Kemala, perbatasan Ogan Komering Ilir.
Airnya mengalir jernih, dingin, dan tenang — seperti urat biru di tubuh bumi yang berdenyut sabar menjaga harmoni.

Di sepanjang lembahnya tumbuh hutan-hutan lebat. Pohon rengas, putat, beringin, plajau, bambu, rotan, dan semambu menjulang tinggi, menjadi payung kehidupan bagi ribuan makhluk.
Burung-burung bernyanyi di cabang, udang menari di air, labi-labi dan buaya putih sesekali muncul seperti penjaga tua yang menampakkan diri pada orang-orang terpilih.

Di sinilah, manusia dan alam hidup berdampingan dalam keseimbangan yang nyaris mistis — saling menghormati, saling memberi, saling menjaga.

Desa Beringin: Di Tepian Air, Hidup Bertumbuh

Di tengah bentang alam itu berdirilah Desa Beringin, bagian dari Marga Lubai Suku 2, kini menjadi Ibu Kota Kecamatan Lubai Induk.
Desa ini adalah saksi hidup dari perubahan zaman — dari masa kayu dan rakit hingga beton dan aspal.

Setiap pagi, anak-anak berlari ke tepian sungai.
Kaum perempuan membawa kain sarung, sementara laki-laki mengenakan telasan belacu, berjalan beriring ke pangkalan mandi.
Air Sungai Lubai adalah cermin kehidupan: tempat mandi, tempat mencuci, tempat berbagi cerita, tempat menenangkan hati.

Dari sinilah muncul nama legendaris:
Pengkalan Keramat — pangkalan mandi yang dipercaya berdekatan dengan makam Puyang Tuan, leluhur sakti penjaga sungai.

Pengkalan Keramat: Antara Air dan Alam Gaib

Konon, makam Puyang Tuan di tepi sungai Lubai dijaga oleh makhluk-makhluk ghaib — buaya putih dan labi-labi raksasa yang sesekali muncul di permukaan air.
Masyarakat percaya, mereka bukan sekadar hewan, melainkan penjaga spiritual yang menuntut keseimbangan antara manusia dan alam.

Dari keyakinan itulah muncul nama Pengkalan Keramat, tempat yang diyakini “angker” tapi juga “suci”.
Hampir setiap tahun, kata orang-orang tua dulu, selalu ada korban tenggelam di sana — diyakini “dipanggil” oleh penunggu air karena ada pantangan yang dilanggar.
Namun bagi warga Beringin, keramat bukan berarti menakutkan, melainkan tanda bahwa sungai ini hidup — memiliki roh yang harus dihormati.

Di pangkalan itu pula, perahu-perahu dari hilir sering berlabuh — perahu Kyai Dullamat, penyebar dakwah Islam, dan perahu dari Kayu Agung yang membawa barang dagangan: guci, singkop, kehan, dan mainan tanah liat berbentuk burung yang bisa bersiul jika ditiup.
Sungai adalah jalur niaga, jalur dakwah, dan jalur peradaban.

Sungai Lubai: Sekolah Kehidupan Anak Lubai

Air Lubai bukan hanya sumber air, tapi juga sumber ilmu.
Anak-anak belajar berenang, menyelam, bahkan belajar berani menghadapi arus hidup di sana.

Halaman:

Tags

Terkini

Media: Arsitek Realitas di Era Digital

Rabu, 26 November 2025 | 08:12 WIB

Menjaga Wibawa Pendidikan dari Kriminalisasi Pendidik

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:09 WIB

Pelangi Beringin Lubai II: SIMBOLIS HUBUNGAN KEKERABATAN

Selasa, 23 September 2025 | 07:02 WIB

Pelangi Beringin Lubai dalam Kenangan I: Budaya Ngule

Senin, 22 September 2025 | 19:12 WIB

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

Jumat, 5 September 2025 | 17:48 WIB

BEDAH ALA KRITIKUS SASTRA

Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:28 WIB

BENDERA PUTIH TLAH DIKIBARKAN

Senin, 25 Agustus 2025 | 16:11 WIB