Firman Allah SWT dalam surat Al-Muzammil ayat 20 yang berbunyi:
. . . وَاٰخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِى الْاَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ ۙ
Artinya: “Dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS. Al-Muzammil, (73): 20)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa sebagai manusia yang hidup dimana, maka kiranya senantiasa mencari rizki (karunia Allah) dengan bermuamalah, salah satunya yaitu dengan kerjasama antara manusia.
Di dalam Al-Qur’an, termasuk dalam ayat diatas memang tidak ada secara tegas menerangkan tentang pelaksanaan mudharabah, tetapi dari berbagai ayat tentang muamalat, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk bekerja sama mudharabah diperbolehkan.
Dasar hukum mudharabah yang kedua adalah al-Sunnah.
Selain al-Quran, hadits sebagai salah satu sumber hukum Islam juga memberikan landasan tentang mudharabah. Adapun hadits tentang mudharabah yang artinya:
“Hadits dari Hasan bin Ali al-Khallal, Hadits dari Basyar bin Tsabit alBazar, hadits dari Natsir bin al-Qosim dari Abdurrahman (Abdurrohim) bin Dawud dari Shalih bin Shuhaib dari Ayahnya, berkata rosulullah SAW, bersabda: Tiga hal yang didalamnya ada berkah, jual beli yang temponya tertentu, muqaradlah (nama lain dari mudharabah) dan mencampur antara burr dengan syair untuk rumahtangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).
Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa Mudharabah memiliki lima rukun:
1. Modal
2. Jenis usaha
3. Keuntungan
4. Shighot (pelafalan transaksi)
5. Dua pelaku transaksi, yaitu pemilik modal dan pengelola
Beberapa ketentuan dasar yang perlu diperhatikan pada bentuk kerjasama dengan konsep mudharabah ini antara lain: