Hal tersebut membuat Tan Bun An marah dan melemparkan guci-guci itu ke Sungai Musi.
Ketika hendak melempar guci ketujuh, tanpa sengaja guci tersebut jatuh dan pecah di perahu.
Ternyata guci pecah itu berisi harta benda yang permukaannya ditutupi sawi-sawi asin.
Tan Bun An yang sudah membuang 6 guci lantas menyesali perbuatannya.
Tanpa pikir panjang, Tan Bun An segera melompat ke air untuk mengambil kembali guci-gucinya.
Melihat hal tersebut, sang pengawal pun ikut terjun untuk membantu majikannya.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.
Tan Bun An dan pengawalnya tak kunjung muncul ke permukaan sungai sehingga membuat Siti Fatimah panik.
Hingga akhirnya Siti Fatimah memutuskan untuk lompat ke air dan mengalami nasib yang sama dengan Tan Bun An serta pengawalnya.
Beberapa waktu kemudian, munculah pulau kecil di tempat Tan Bun An dan Siti Fatimah terjun ke Sungai Musi.
Pulau tersebut dinamai Kemaro yang artinya kemarau karena tidak pernah terendam air meskipun arus gelombang Sungai Musi sedang tinggi.
Dihadiri Sultan
Tampak hadir diantaranya Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja, SH MKn didampingi RMRasyid Tohir, Dato’ Pangeran Nato Rasyid Tohir, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI Provinsi Kristanto Januardi.
Juga terlihat Sekretaris Dinas Kebudayaan Kota Palembang Asnawi, S.Sos,
M Topik dari Komite Musik mewakil Ketua DKP, sejarawan Palembang Kemas Ari Panji, seniman Palembang Heri Mastari, perwakilan Dinas Kebudayaan Kota Palembang Isnayanti Safrida, perwakilan Kerabat Kesultanan Palembang Darussalam, Ketua TACB Kota Palembang, Wahyu Rizky Andhifani dan perwakilan seniman dan budayawan di kota Palembang.
Kemudian Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel dan Taman Budaya Sriwijaya Chandra Amprayadi yang diwakilkan Kasi Museum Negeri Sumsel Adie Citra Sandy.