KetikPos.com - Film Samsara yang tayang di bioskop XXI PS Palembang pada Minggu petang menghadirkan pengalaman menonton yang tak biasa. Sejak menit awal, penonton langsung diajak memasuki dunia yang sunyi—tanpa dialog, tanpa warna—namun justru penuh makna. Bagi penonton awam, Samsara terasa seperti teka-teki visual yang perlahan meminta kesabaran dan kepekaan rasa.
Karya terbaru sutradara Garin Nugroho ini kembali menegaskan posisinya sebagai sineas yang berani melawan arus. Mengangkat kisah cinta beda kasta berlatar Bali awal abad ke-20, Samsara bercerita tentang Darta, seorang pria jelata, dan Sinta, gadis bangsawan yang terikat kuat oleh aturan sosial. Cinta yang tumbuh di antara keduanya tak pernah benar-benar diberi ruang untuk hidup.
Benturan kasta menjadi tembok tebal yang sulit ditembus. Tekanan adat, norma, dan struktur sosial digambarkan begitu kuat, hingga cinta tak lagi sekadar soal perasaan, melainkan pertaruhan hidup. Dalam keputusasaan, Darta mengambil langkah ekstrem: menjalin perjanjian mistis dengan Raja Monyet. Keputusan inilah yang membawa cerita ke arah yang lebih gelap, simbolik, dan sarat tafsir.
Unsur legenda dan spiritual khas Bali menjadi jiwa dari Samsara. Garin Nugroho tidak menyajikannya secara verbal, melainkan melalui bahasa gambar yang puitis dan simbol-simbol yang kuat. Format hitam putih dan konsep film bisu justru menjadi kekuatan utama. Setiap gerak, tatapan, dan komposisi visual terasa berbicara lebih lantang daripada kata-kata.
Dari sisi artistik, Samsara tampil memikat. Visualnya menghadirkan nuansa klasik yang elegan, seolah membawa penonton kembali ke masa lalu. Musik gamelan orkestra yang berpadu dengan sentuhan elektronik menjadi pengiring emosional yang efektif, mengisi keheningan dengan rasa magis dan spiritual.
Akting Ario Bayu sebagai Darta tampil intens dan penuh ekspresi, sementara Juliet Burnett memerankan Sinta dengan kelembutan sekaligus kepasrahan yang menyentuh. Keduanya berhasil menghidupkan emosi tanpa dialog, menjadikan bahasa tubuh sebagai sarana utama bercerita.
Samsara bukan film yang mudah dicerna, namun justru di situlah kekuatannya. Film ini menuntut penonton untuk tidak sekadar menonton, tetapi merasakan dan menafsirkan. Sebuah karya yang sunyi, namun bergema lama dalam pikiran—tentang cinta, pilihan, dan takdir yang tak selalu berpihak pada manusia.
Bagi penikmat film yang mencari pengalaman sinema berbeda, Samsara adalah perjalanan artistik yang layak dijelajahi.(Didukung Berbagai Sumber)