Ketika Nusantara Menari di Jakarta: LTKN #3 Jadi Panggung Persatuan Budaya

photo author
- Senin, 8 Desember 2025 | 16:56 WIB
Ketika Nusantara Menari di Jakarta: LTKN #3 Jadi Panggung Persatuan Budaya (Dok)
Ketika Nusantara Menari di Jakarta: LTKN #3 Jadi Panggung Persatuan Budaya (Dok)



KetikPos.com, Jakarta — Desember di Gedung Kesenian Jakarta terasa berbeda. Bukan sekadar denting gamelan atau irama gendang yang memenuhi ruangan, tetapi energi ratusan penari muda dari seluruh penjuru negeri. Mereka datang membawa nama daerah, membawa warna, dan membawa mimpi yang sama: menjadikan tari sebagai bahasa persatuan.
Inilah Grand Final Lomba Tari Kreasi Nusantara (LTKN) #3, yang digelar pada 3–5 Desember 2025. Tahun ini, panggung terasa semakin padat. 15 provinsi hadir — mulai dari Kepri, Lampung, Banten hingga Papua Barat — plus satu tamu istimewa dari negara sahabat, Timor Leste, seolah mengingatkan bahwa budaya tidak mengenal batas negara.
Misi Tiga Tahun: Menyatukan Seniman di Satu Panggung
Di balik riuhnya tabuhan dan kilatan lampu panggung, ada nama yang terus bekerja dalam diam: Real Art Indonesia, EO yang sudah tiga tahun berturut-turut membidani kompetisi ini.
Founder-nya, Dhannie Anggoro, tak menyembunyikan mimpinya.
“Mempertemukan seniman seluruh Indonesia itu cita-cita kami,” ujarnya pelan, namun mantap. “Supaya budaya, khususnya tari, bisa berbagi ilmu dan saling mengenal. LTKN kami agendakan setiap tahun.”
Tidak semua penari bisa tampil di panggung final. Mereka yang hadir adalah mereka yang berhasil melewati seleksi di daerah masing-masing. Pemenang juara 1, 2, dan 3 dari tiap provinsi berkumpul di Jakarta, mengejar hadiah yang membuat mata berbinar: doorprize perjalanan budaya ke Malaysia.
Kodam Jaya Turut Mendukung: Antusiasme Terus Meningkat
Acara penutupan terasa istimewa ketika Pangdam Jaya Mayjen TNI Deddy Suryadi, S.I.P., M.Si. yang diwakili Kasdam Jaya/Jayakarta Brigjen TNI Zulhadrie S. Mara, M.Han., memberikan apresiasi.
“Ini merupakan tahun kedua kegiatan ini dilaksanakan oleh Kodam Jaya/Jayakarta. Alhamdulillah, di tahun ke-2 ini pesertanya bertambah banyak. Artinya, antusiasme dari adik-adik sangat tinggi,” ungkapnya.
Suasana tepuk tangan pun memenuhi ruangan. Bukan hanya karena penghargaan, tetapi karena harapan — bahwa tari bisa terus hidup, tumbuh, dan menjadi kebanggaan bangsa.
Sumatera Selatan Mencuri Sorotan
Dari sekian banyak cerita, Sumatera Selatan membawa pulang momen paling emosional.
Di kategori Rampak 5–8 Tahun, SD IT Nurul Jannah berdiri paling atas sebagai Juara 1 melalui tiga penari cilik berbakat:
Prilly Mutiara Andini
Tasmira Fatinia
Salsabil Putri Agung
Di kategori Rampak 9–13 Tahun, Sanggar Mei Mei berhasil menembus 8 besar terbaik, dengan komposisi tim yang solid:
Shakila Alisyah Naira
Tri Intan Purnamasari
Rizka Adimah Putri
Prilly Mutiara Andini
Sementara di kategori Tunggal 18–23 Tahun, Lisa Mudaim Al Fath dari SMKN 5 Palembang berhasil masuk peringkat 8 terbaik dan menuai tepuk tangan panjang.
Fahmi Sriwijaya: Lelah Terbayar, Mimpi Terwujud
Tak banyak yang tahu bagaimana perjalanan mereka. Seleksi daerah bukan hal mudah, dan salah satu sosok yang merasakannya adalah Fahmi Sriwijaya, seniman Palembang yang menjadi ketua panitia seleksi daerah.
Ketika Palembang disebut memboyong prestasi, Fahmi tak bisa menyembunyikan harunya.
“Saya bangga dan sangat terharu. Ternyata mimpi itu kenyataan. Palembang bisa mengharumkan nama baik. Rasanya lelah dan capek terbayarkan melihat adik-adik berjuang demi Sumsel,” ujarnya sambil menahan emosi.
“Palembang pacak galo!”
Di panggung itu, tidak hanya tari yang menari. Harapan ikut bergerak. Masa depan budaya ikut bergetar. Dan ketika lampu panggung diturunkan, satu pesan tetap menyala:
Indonesia besar bukan karena satu budaya, tetapi karena ribuan gerakan yang menyatu dalam satu tarian.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Admin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X