pariwisata-kebudayaan

Agar Tidak Lupa Sejarah, DKP Peringati Pertempuran Lima Hari Lima Malam

Jumat, 5 Januari 2024 | 10:17 WIB
Peringatan Pertempuran Lima Hari Lima Malam

 

KetikPos.com - Hari keempat rangkaian peringatan Pertempuran 5 Hari 5 Malam di kota Palembang yang di pusatkan di Gedung Kesenian Palembang , Kamis (4/1) di warnai dengan Diskusi Kebangsaan Perang 5 Hari 5 Malam di Palembang, “ Gema Perang Rakyat di Sumatera Selatan 1945-1949” : Dokumentaria Dari Pejuang Kolonel M Danny Effendi.

Dengan narasumber Sejarawan UIN Raden Fatah Palembang Dr (Cand) Kemas Ari Panji Msi, Sejarawan dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Dedi Irwanto MA dan moderator Vebri Al Lintani.

Hadir Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumatera Selatan Merry Hamraeny, S.Pd, M.M , kalangan mahasiswa dari sejumlah kampus di Palembang dan masyarakat umum.

Sejarawan UIN Raden Fatah Palembang Dr (Cand) Kemas Ari Panji Msi mengatakan, Kolonel M Danny Effendi adalah seorang pejuang yang pada saat itu sebagai komandan fdari Resimen XVII di Divisi II yang berada di Prabumulih.

“Setelah tanggal 25 Desember tahun 1946, Danny Effendi mendapatkan informasi (kawat) dari Palembang bahwa kondisi di Palembang itu dalam keadaan waspada, jadi beliau berkesimpulan untuk mengambil bala bantuan untuk memperkuat keamanan di Palembang,” katanya.

Saat terjadinya Pertempuran 5 Hari 5 Malam di Palembang, Danny Effendi langsung memimpin langsung pasukannya.


“Beliau dan pasukannya bertempur melawan Belanda di dekat Pasar Cinde itu, Lr Lingkis sampai ke Charitas , beliau ini tokoh yang tidak ingin kembalinya penjajahan dan beliau pimpinan militer agak keras dan pihak yang tidak setuju adanya gencatan senjata dengan Belanda di Palembang karena menurutnya Palembang memiliki peluang menang, karena di kondisi hari ke 5 Belanda dalam keadaan terkepung, namun karena sudah menjadi keputusan pusat maka dia tidak bisa menolak, dengan terpaksa Danny Effendi mengikuti keputusan pusat," katanya.

Sedangkan Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Dedi Irwanto MA menjelaskan dua puluh tujuh tahun setelah pengakuan kedaulatan, Kolonel M. Danny Effendi menuliskan dokumentaria Gema Perang Rakyat di Sumatera Selatan 1945 – 1949.

Buku ini menurutnya merupakan dokumentasi pertama mengenai peristiwa panjang masa revolusi fisik di Palembang dan Sumatera Selatan. Tulisan ini dikisahkan langsung oleh pelaku peristiwa Perang Rakyat di Sumatera Selatan yang dipersembahkan untuk generasi mendatang.

Selain itu menurut Dedi, buku ini sangat penting. Mengingat generasi muda sudah banyak yang lupa peran para pelaku dalam perang rakyat di Sumatera Selatan.

“Ambil contoh nama tokoh penulis buku ini, Brigjen Danny Effendi. Diabadikan dalam salah satu nama jalan poros di Kota Palembang. Namun masyarakat kadang tidak menyebutnya dengan Jalan Danny Effendi. Tapi lebih senang menyebut nama jalan tersebut dengan nama Jalan Radial. Kita harus ingatkan supaya masyarakat tidak lupa dengan nama tokoh Danny Effendi”, kata sejarawan kelahiran Pedamaran, OKI ini.

Selain itu, menurutnya buku ini mendokumentasikan banyak hal. Salah satunya bagaimana peran yang dimainkan oleh para pelaku sejarah di masa Perang Kemerdekaan.
Baik oleh kekuatan sipil maupun kekuatan militer serta kelasykaran rakyat. Para tokoh militer dan lasykar rakyat berjuang di medan tempur.

Yang kemudian dieksekusi kekuatan sipil di meja perundingan. Perang dalam buku ini bukan persoalan menang-kalah.

Namun lebih jauh mengajarkan bagaimana pemimpin kita saat itu, baik sipil dan militer, bersiasat dan membuktikan bahwa pemerintahan di Sumatera Selatan saat itu masih ada.

Halaman:

Tags

Terkini