pariwisata-kebudayaan

Menikmati Kelezatan dan Mendalami Makna Filosofis di Balik Kuliner Khas Banjarmasin

DNU
Senin, 19 Februari 2024 | 16:48 WIB
Wadai Ipau khas Arab yang menjadi santapan saat berbuka puasa warga Banjarmasin, Kalimantan Selatan. (istimewa)

 

KetikPos.com -- Kuliner khas Banjarmasin tidak sekadar sekadar sebatas cita rasa yang menggugah selera, tetapi juga sebuah cerminan dari kekayaan budaya dan tradisi yang kental.

Di antara deretan hidangan khas Banjarmasin, empat kuliner unggulan menonjol dengan makna filosofis yang mendalam, membawa pengalaman tak hanya pada rasa, tetapi juga pada pemahaman akan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya.

1. Wadai 41

Keindahan Simbolis dalam Ragam Kue Tradisional

Wadai 41, dengan 41 jenis kue khas Banjarmasin, tak hanya menjanjikan kelezatan bagi lidah yang menggigitnya, tetapi juga mengusung pesan-pesan simbolis yang kaya.

Dipercaya sebagai persembahan dalam ritual di Kesultanan Banjar atau Kalimantan Selatan, setiap jenis kue memiliki warna yang menyimpan arti tertentu.

Warna hijau melambangkan kemakmuran, putih kebaikan, merah keberanian, dan kuning kemuliaan.

Bagi para peserta upacara, wadai ini bukan hanya sajian, tetapi juga simbol keberkahan dan kemakmuran yang diharapkan pada setiap langkah ritual yang dijalani.

Baca Juga: Pemprov Kalsel dan PWI Kalsel Siap Menggelar Porwanas XIV 2024: Menyambut Tamu Wartawan dengan Kehangatan dan Kesiapan Optimal**

2. Nasi Astakona:

Menyajikan Harmoni antara Manusia dan Alam

Nasi Astakona, hidangan tradisional Kesultanan Banjar, tidak hanya memanjakan selera, tetapi juga menggambarkan hubungan erat antara manusia dengan alam.

Disajikan dalam tingkatan ganjil, seperti tiga atau lima tingkat, nasi Astakona menyoroti nilai-nilai budaya Islam yang melekat kuat di daerah tersebut.

Setiap tingkat nasi Astakona diisi dengan aneka lauk pauk yang berasal dari unsur-unsur alam, seperti air, tanah, dan udara, melambangkan kedekatan dan ketergantungan manusia terhadap alam.

Halaman:

Tags

Terkini