Bahwa pesan moral tak harus disampaikan dengan ancaman, tapi cukup dengan gambar yang jujur, kuat, dan lahir dari hati para remaja itu sendiri.
Jika ruang-ruang seperti ini terus dihidupkan, maka masa depan Palembang tak hanya akan lebih damai—tapi juga lebih berwarna.
Lomba Pelajar
Sabtu (24/5/2025), Gedung Kesenian Palembang tak lagi sunyi. Ia berubah menjadi kanvas raksasa, tempat tumpah ruah warna, garis, dan semangat dari berbagai penjuru kota.
Para pecinta gambar—kecil hingga dewasa, pemula hingga profesional—berkumpul dalam satu bahasa universal: seni rupa.
Dari pagi hari, lantai gedung dipenuhi keceriaan anak-anak TK dan SD yang mengikuti lomba mewarnai dan melukis. Tawa mereka menyatu dengan aroma cat air dan krayon.
Siangnya, giliran tangan-tangan dewasa yang bekerja. Workshop Grafis Cetak Sablon dari Fajar (Jama Project) membuka wawasan tentang dunia cetak manual yang penuh eksplorasi.
Tak hanya dari Palembang, peserta bahkan datang dari Ogan Ilir dan Banyuasin. Gedung Kesenian pun menjelma jadi “galeri hidup”—tempat ide-ide seni menemukan bentuknya, dan komunitas gambar menemukan rumahnya.
Penutupan resmi akan dilakukan oleh Ketua Dewan Kesenian Kota Palembang, M. Nasir. Namun sesungguhnya, inilah pembukaan—untuk masa depan seni rupa Palembang yang lebih hidup, lebih dialogis, dan tentu, lebih berwarna.
Acara ditutup secara resmi oleh Ketua Dewan Kesenian Kota Palembang, M. Nasir. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya terhadap semua peserta, panitia, dan komunitas seni yang telah terlibat.
“Kita butuh ruang seperti ini. Di mana anak muda tak hanya diajak menjauhi kekerasan, tapi juga diberi panggung untuk menyampaikan sikapnya secara kreatif. Ini bentuk preventif yang humanis dan mendalam,” ujarnya.