KetikPos.com - Dalam suasana yang sarat makna budaya dan khidmat, Ketua Umum Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI), Ir. Tundra Meliala Wartonagoro, MM, menerima anugerah gelar kebangsawanan dari Raja Surakarta SISKS Pakoe Boewono XIII, Jumat (25/7/2025). Bertempat di Sasono Nalendro, kediaman resmi raja, prosesi penobatan berlangsung tertutup sesuai tata adat Keraton.
Dengan resmi menyandang gelar Kanjeng Raden Ario (KRA), kini ia dikenal sebagai KRA. Ir. Tundra Meliala Wartonagoro, MM., menandai babak baru dalam perjalanan hidupnya sebagai tokoh media yang juga memikul tanggung jawab budaya.
“Gelar ini bukan sekadar kebanggaan pribadi, tetapi amanah luhur untuk terus menjadikan media sebagai alat pencerdas bangsa tanpa melupakan akar tradisi,” ujar Tundra dengan mata berkaca usai prosesi.
Pengakuan atas Kiprah dan Dedikasi Media Berbasis Budaya
Penganugerahan ini merupakan bentuk penghormatan dari Keraton Surakarta kepada figur publik yang dinilai berperan penting dalam menjembatani dunia digital dengan nilai-nilai budaya nusantara.
Di bawah kepemimpinannya, AMKI tumbuh sebagai wadah media yang tidak hanya adaptif terhadap era konvergensi, tetapi juga aktif melestarikan jati diri bangsa.
Menurut KRA. Samsul A. Wijoyonagoro, juru bicara resmi Karaton Surakarta, penobatan Tundra telah melalui pertimbangan adat yang ketat dan musyawarah keluarga besar keraton.
“Ini bukan sekadar seremoni kehormatan, melainkan wujud harapan. Sosok beliau merepresentasikan pemimpin media yang berpikir kebangsaan, menjunjung nilai adat, dan menjaga martabat budaya,” jelasnya.
Gelar KRA, Sebuah Tanda Kehormatan dan Tanggung Jawab
Dalam struktur adat Keraton Surakarta, gelar Kanjeng Raden Ario (KRA) bukan gelar sembarangan. Hanya diberikan kepada individu dengan jasa luar biasa terhadap bangsa dan Keraton, gelar ini mencerminkan kepercayaan yang besar sekaligus amanah untuk turut menjaga warisan budaya.
Kini, KRA. Tundra Meliala tidak hanya dikenal sebagai pemimpin asosiasi media nasional, tetapi juga sebagai bagian dari keluarga besar Keraton Surakarta yang memikul tanggung jawab moral dalam melestarikan budaya adiluhung.
Momen bersejarah ini menjadi penanda bahwa di tengah arus globalisasi dan disrupsi digital, komitmen terhadap budaya lokal tetap menjadi nilai yang tak tergantikan.(***)