pariwisata-kebudayaan

Viral Seruan Demo 25 Agustus 2025: Bubarkan DPR , Fakta atau Hoaks?

Senin, 25 Agustus 2025 | 11:32 WIB
Viral Seruan Demo 25 Agustus 2025: Bubarkan DPR , Fakta atau Hoaks? (dok)

Ketikpos.com, Jakarta - Narasi Besar yang Mengguncang Jagat Digital, Jagat media sosial Indonesia kembali diguncang. Menjelang Senin, 25 Agustus 2025, berbagai unggahan berantai membanjiri platform X (Twitter), WhatsApp, hingga Instagram. Isinya: ajakan aksi besar-besaran dengan tuntutan ekstrem—membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Tagar #BubarkanDPR mendadak menggema, lengkap dengan poster digital yang seolah-olah mengatur teknis demonstrasi. Bahkan, ada pesan berantai yang menyarankan massa membawa plastik atau polibag untuk melindungi diri dari gas air mata. Narasi ini dengan cepat menyalakan api perbincangan: benarkah rakyat akan turun ke jalan menuntut pembubaran parlemen, atau hanya sekadar drama politik dunia maya?


Tuntutan: Sembilan Butir, Satu yang Mengguncang
Terdapat sembilan tuntutan yang beredar dalam seruan ini. Mulai dari turunkan pasangan Prabowo-Gibran, bubarkan Kabinet Merah-Putih, hingga adili politisi tertentu. Namun, tuntutan nomor tiga—“Bubarkan DPR RI”—menjadi yang paling menyita perhatian.
Bukan hanya karena radikal, tapi juga karena sulit dibayangkan secara hukum dan politik. Bagaimana mungkin sebuah lembaga konstitusional yang menjadi simbol demokrasi hendak dihapus hanya melalui desakan di jalanan?

Klarifikasi: Siapa di Balik Gerakan Ini?
Ketika ditelisik lebih dalam, ternyata tak ada satu pun organisasi resmi yang mengaku sebagai penggagas.
• KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) menegaskan tidak terlibat. Ketua Umum Mohammad Jumhur Hidayat bahkan melarang anggotanya ikut dalam aksi yang tidak jelas arahnya.
• BEM SI Kerakyatan menyatakan sudah menggelar aksi pada 21 Agustus 2025 dengan isu berbeda, dan tidak ada kaitannya dengan demo tanggal 25.
• Partai Buruh menegaskan baru akan turun ke jalan pada 28 Agustus 2025, dengan fokus isu ketenagakerjaan, bukan soal DPR.
Artinya, seruan ini lahir dari ruang digital, bukan dari gerakan rakyat nyata. Polisi dan lembaga pemeriksa fakta pun menyebutnya hoaks.

Respon DPR: Antara Tenang dan Waspada
Di Senayan, kabar ini tentu sampai juga. Wakil Ketua DPR, Saan Mustofa, menyebut demonstrasi adalah bagian dari demokrasi. Jika ada aspirasi, DPR siap menampung melalui jalur resmi.
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani menegaskan: tidak ada kenaikan gaji pokok bagi anggota dewan. Yang terjadi hanyalah perubahan skema fasilitas—dari rumah dinas menjadi tunjangan rumah uang, sekitar Rp50 juta per bulan. Penjelasan ini ditujukan untuk meredam isu liar yang memantik amarah publik.

Viralnya isu 25 Agustus menjadi bukti bahwa publik semakin sensitif terhadap kabar yang menyentuh dua hal: uang rakyat dan elit politik. Di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, kabar soal gaji DPR bisa menjadi bara yang mudah tersulut.
Namun, media sosial punya logika sendiri. Riak kecil bisa menjelma badai wacana tanpa harus ada aktor nyata di lapangan. Apa yang viral tak selalu berujung pada mobilisasi. Dan apa yang gaduh di dunia maya sering kali menguap begitu saja, meninggalkan jejak berupa distrust yang semakin dalam terhadap institusi politik.

Isu demo 25 Agustus 2025 akhirnya terbukti lebih banyak hidup di linimasa ketimbang di jalanan. Tidak ada gerakan nyata, tidak ada massa yang benar-benar turun. Namun, ia tetap penting dicatat sebagai pelajaran.
Era digital menuntut publik lebih kritis dalam memilah informasi. Hoaks bisa menjelma gerakan semu, propaganda bisa menyamar sebagai aspirasi. Pertanyaannya kini: apakah masyarakat akan terus terjebak dalam riak maya yang menyesatkan, atau justru belajar menjadikannya momentum untuk memperkuat demokrasi dengan cara yang nyata?

(as)
#Demo25Agustus #BubarkanDPR #IsuViral2025 #HoaksAtauFakta #SuaraRakyat #AspirasiDigital #DemokrasiMaya #PolitikViral #DPRDisorot #FaktaVsHoaks

Tags

Terkini