KetikPos.com, Palembang-- Di ruang kerja berpendingin lembut itu, teh kotak dingin nyaris tak tersentuh. Kepala Dinas Pariwisata Kota Palembang, Irman, S.STP, duduk berhadapan dengan jajaran Dinas Pariwisata Palembang dan sejumlah pegiat film dari Komunitas Cinta Film Indonesia (KCFI) Sumatera Selatan. Percakapan kali itu melahirkan sesuatu yang lebih dari sekadar wacana — ia adalah titik awal dari sebuah kolaborasi kreatif yang menjanjikan.
“Film adalah jendela yang memperlihatkan keindahan kota ini kepada dunia,” ujar Irman mantap. Kalimat itu bukan hanya pernyataan pejabat, melainkan visi seorang pendobrak — bahwa promosi pariwisata tak lagi cukup dengan brosur dan baliho, tapi harus bergerak dalam bahasa visual yang hidup, sinematik, dan menyentuh emosi penonton.
Dalam pertemuan itu, Irman tak sekadar bicara dukungan administratif. Ia berbicara tentang ekosistem kreatif — tentang bagaimana Palembang bisa menjadi latar film, panggung dokumenter, sekaligus sumber inspirasi bagi sineas muda. “Kami siap bersinergi dengan KCFI untuk melahirkan karya yang mengangkat potensi wisata dan budaya Palembang secara kreatif dan berkelanjutan,” ucapnya.
Di sebelah Irman, Yosep Suterisno, SE, Ketua KCFI Sumsel, mengangguk antusias. Ia bukan hanya datang membawa proposal, tapi juga mimpi. “Lewat bahasa gambar, kita bisa memperlihatkan keindahan Sungai Musi, keramahan masyarakat, hingga kuliner khas Palembang,” katanya. Baginya, film bukan sekadar hiburan — melainkan alat promosi paling emosional, yang mampu membuat penonton jatuh cinta bahkan sebelum mereka menjejakkan kaki di kota ini.
Diskusi pun berkembang hangat. Dari ide bedah buku "Perang Kota 120 Jam" karya H. Asnawi Mangkualam — yang akan digarap dalam bentuk audio visual — hingga wacana pelatihan sinematografi bagi sineas muda daerah. Di tengah percakapan, muncul satu kesadaran bersama: bahwa budaya dan perfilman tak lagi bisa berjalan sendiri-sendiri.
“Sebagus apa pun cerita, seterkenal apa pun aktornya, bila promosi tidak tepat, hasilnya tak akan maksimal,” ujar Yosep, menegaskan pentingnya strategi distribusi dan branding bagi film lokal. Ia bicara bukan sebagai pembuat film semata, tetapi sebagai komunikator budaya yang memahami denyut industri kreatif.
Menjelang senja, pertemuan itu ditutup dengan sesi foto bersama. Kamera ponsel diangkat, senyum-senyum tulus mengisi bingkai — momen kecil yang melambangkan sinergi besar antara pemerintah dan insan perfilman.
Irman kembali menegaskan pesannya sebelum para tamu pamit:
“Kami ingin Palembang bukan hanya menjadi kota yang dikunjungi, tetapi juga kota yang diceritakan.”
Dan di sanalah cerita ini bermula — dari sebuah ruang dinas, dari secangkir teh yang mendingin, dari keyakinan bahwa sebuah kota bisa bersinar lewat cahaya kamera.
Teks : Imron Supriyadi
Foto : Dinas Pariwisata Palembang
Editor : M Nasir