pariwisata-kebudayaan

Songket Kuno: Kain yang Terselamatkan dari Penjarahan Penjajah

Rabu, 5 November 2025 | 08:11 WIB
Songket Kuno: Kain yang Terselamatkan dari Penjarahan Penjajahan KetikPos.com, Palembang — Di tengah sorot lampu kamera dan pidato resmi, sehelai kain tua kembali ke pangkuan tanah kelahirannya. Songket Palembang bermotif Limar Bunga Cogan, dahulu hanya dikenakan para bangsawan Melayu, kini terham (Dok)



 KetikPos.com, Palembang —Di tengah sorot lampu kamera dan pidato resmi, sehelai kain tua kembali ke pangkuan tanah kelahirannya. Songket Palembang bermotif Limar Bunga Cogan, dahulu hanya dikenakan para bangsawan Melayu, kini terhampar di meja beludru merah di Rumah Dinas Wali Kota Palembang. Namun di balik keindahannya, tersimpan kisah getir tentang penjarahan, perampasan, dan perjalanan panjang sejarah.
Kain dari Negeri yang Dijarah
Kain itu tak pernah meminta untuk pergi. Ia dibawa paksa, bersama banyak harta dan artefak lain, ketika arus kolonialisme mengoyak nusantara.
Dari tangan ke tangan — dari prajurit, ke pilot, ke keluarga Belanda — hingga akhirnya sampai ke Australia.
Kini, setelah ratusan tahun, ia pulang bukan karena kebijakan pemerintah atau kesadaran nasional, melainkan ketulusan seorang asing bernama Pate Musken.
“Saya tahu ini bukan milik saya,” kata Musken, dengan nada yang lembut tapi tegas. “Ayah saya mendapatkannya dari seorang pilot Belanda, sebagai pelunasan hutang. Tapi saya tahu, benda ini tidak seharusnya ada di rumah kami. Ia milik Palembang.”
Dalam kalimat sederhana itu, terpantul sesuatu yang lebih besar: pengakuan atas warisan yang pernah dijarah.
Jejak Penjarahan yang Halus tapi Dalam
Banyak artefak Indonesia yang kini terkurung di museum Eropa — tersenyum di balik kaca, tanpa pernah tahu bahwa tanah kelahiran mereka jauh di timur.
Songket kuno ini hanyalah satu dari sekian benda yang lolos dari nasib itu.
Selama puluhan tahun ia tersimpan di loteng rumah keluarga Musken, diam, menunggu waktu untuk kembali.
Di setiap helai benangnya, tersimpan kisah tangan-tangan perempuan Palembang yang menenun dengan sabar — menciptakan motif yang dahulu menjadi tanda kebangsawanan dan kebanggaan identitas Melayu.
Kini, ia menjadi saksi bagaimana penjajahan bukan hanya soal wilayah, tapi juga tentang pencurian makna.
Seremoni dan Luka yang Belum Sembuh
Seremoni pengembalian songket kuno itu berlangsung megah.
Sarung tangan putih, masker, kamera, dan pidato-pidato yang penuh kata “pelestarian budaya.”
Namun di balik kemegahan itu, ada ironi yang sulit disembunyikan.

Baca Juga: Songket Kuno Kembali ke Palembang: Antara Kebanggaan, Seremoni, dan Standar Ganda Pelestarian
Beberapa hari sebelumnya, kain yang sama dipamerkan di museum tanpa perlindungan apapun.
Disentuh tangan tanpa sarung, tanpa pengawasan suhu dan kelembaban — seolah benda itu hanyalah kain biasa.
“Perlakuannya tidak sepadan dengan nilainya,” ujar seorang pegiat budaya. “Kalau kita benar-benar menghormatinya, seharusnya kita juga menjaga dengan ilmu, bukan hanya seremoni.”
Kain yang Mengajarkan Kita untuk Mengingat
Kisah songket ini adalah potret kecil dari luka besar bangsa: betapa banyak yang dijarah, dan betapa sedikit yang kembali.
Ironinya, yang mengembalikan justru bukan pemerintah, melainkan ketulusan seorang keturunan penjajah.
Sementara kita di tanah air masih sibuk berdebat antara budaya sebagai warisan atau sebagai komoditas wisata.
Songket Limar Bunga Cogan kini resmi menjadi koleksi Pemerintah Kota Palembang — tapi lebih dari itu, ia menjadi cermin sejarah.
Cermin yang bertanya pelan:
“Sudahkah kita belajar dari masa lalu, atau hanya menunggu benda-benda lain kembali, tanpa benar-benar menyiapkan rumah yang pantas untuk mereka?”
Warisan yang Pulang Bukan untuk Dipajang, Tapi Diingat
Songket ini mungkin hanya sehelai kain, tapi ia membawa beban sejarah:
tentang penjarahan, kehilangan, dan akhirnya — penebusan.
Ia pulang bukan untuk disorot kamera, tapi untuk mengajarkan arti penghormatan yang sebenarnya.
Karena yang menyelamatkannya bukan kekuasaan, bukan sistem, bukan seremoni —
melainkan ketulusan.

Tags

Terkini