KetikPos.com, Palembang — Dari sebuah panggung sederhana di Gandus, suara serunai dan dialog bersyair khas Dulmuluk kembali menggema. Namun kali ini, bukan dari gedung kesenian atau tenda rakyat — melainkan dari layar ponsel ribuan penonton TikTok.
Ya, teater tradisional Dulmuluk Harapan Jaya kini resmi “naik panggung digital”. Semua berkat tangan dingin para dosen Universitas PGRI Palembang yang membawa semangat Pelestarian Budaya Berbasis Teknologi melalui program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) bertajuk “Transformasi Teater Dulmuluk Harapan Jaya ke Media Digital”.
Tradisi Bertemu Teknologi
Program yang berlangsung dari akhir Oktober hingga November 2025 ini dipimpin oleh Hasan — dosen muda sekaligus pemerhati teater tradisi — bersama rekan-rekannya Muhsin Ilhaq, Dimas Umboro Sumbar, Dimas Satria, dan Nabila, dari Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP Universitas PGRI Palembang.
Mereka datang bukan sekadar mengajar cara memakai kamera atau mengedit video, tapi menghidupkan kembali ruh Dulmuluk di dunia yang serba daring.
“Kami tidak ingin Dulmuluk berhenti di pentas dan dokumentasi lama. Kami ingin ia hidup, bernapas di dunia digital,” kata Hasan — atau akrab disapa Acan — yang menjadi motor utama kegiatan ini.
“Digitalisasi bukan untuk mengubah tradisi, tapi untuk memperpanjang umurnya.”
Dari “Raja Bramansyah” ke Konten TikTok
Melalui serangkaian pelatihan intensif, para anggota sanggar mempelajari cara mengadaptasi naskah klasik “Bangsawan Raja Bramansyah” menjadi sepuluh episode video berdurasi 3–5 menit.
Latihan mereka bukan lagi sekadar menghafal dialog, tetapi juga mengatur pencahayaan, memilih angle kamera, mengedit video, hingga membuat caption yang menarik untuk media sosial.
Hasilnya luar biasa. Dalam sebulan, lebih dari 20 video pendek Dulmuluk versi modern berhasil diunggah ke akun TikTok @Dulmuluk_HarapanJaya.
Dalam video-video itu, gaya tutur khas Melayu Palembang berpadu dengan ekspresi modern — menghadirkan tawa, satire, dan filosofi lama dalam format yang disukai generasi muda.
“Dulu kami takut main di kamera. Sekarang, setiap latihan malah rebutan siapa yang jadi aktor depan lensa,” ujar Randi Putra Ramadhan, pimpinan Sanggar Harapan Jaya sambil tertawa.
“Kami sadar, budaya bisa tetap hidup asalkan mau beradaptasi.”
Dari Panggung Kayu ke Studio Mini