KetikPos.com, Palembang — Tahun ini, Pekan Seni 2025 tidak sekadar hadir sebagai festival. Ia berubah menjadi gerakan kebudayaan. Gerakan yang menyatukan penari, pemusik, pelukis, penyair, hingga desainer mode untuk satu tujuan: menghidupkan kembali martabat Ratu Sinuhun dan mendorongnya diakui sebagai pahlawan perempuan Sumatera Selatan di tingkat nasional.
Tema besar, “Ratu Sinuhun — Perempuan, Warna, dan Karya,” tidak dipilih sebagai penghias panggung. Ia diperlakukan sebagai misi sejarah. Dan misi itu sudah terasa sejak para seniman mulai berkumpul di Lawang Borotan pada Minggu (16/11/2025). Destinasi yang biasanya tenang berubah menjadi ruang kerja kolektif: para penari melatih gestur yang meniru wibawa ratu, pelukis memainkan warna merah marun sebagai simbol keberanian, musisi menguji nada-nada yang mengandung kepahlawanan perempuan Palembang.
Ketua DKP M. Nasir menegaskan bahwa tahun ini seni bukan hanya hadir—ia bersaksi.
“Upaya menjadikan Ratu Sinuhun sebagai pahlawan nasional perlu suara,” ujarnya. “Dan suara itu paling kuat jika datang melalui seni.”
Dukungan serupa datang dari Kepala Dinas Kebudayaan, H. Sulaiman Amin. Baginya, pengakuan pahlawan perempuan adalah bagian dari perjalanan Palembang menjadi kota budaya yang lebih setara. “Ratu Sinuhun adalah warisan keberanian. Pekan Seni ini ruang untuk memperkuat ingatan publik tentangnya,” katanya.
Pembukaan: Panggung yang Tidak Sekadar Indah, tapi Mengusung Seruan Sejarah
Malam pembukaan Senin (17/11/2025) dirancang sebagai ritus penghormatan. Tari “Ratu Sinuhun” karya koreografer muda Sonia Anisah Utami akan menjadi pusat perhatian. Gerakan anggun namun tegas ini diciptakan untuk membunyikan kembali citra perempuan pemimpin—bukan hanya sebagai simbol estetika, tetapi sebagai figur historis yang layak diangkat ke tingkat nasional.
Pada malam itu, dua tokoh diberikan penghargaan:
Dr (K) Silo Siswanto, yang karyanya memperkuat identitas DKP,
Martha Astra Winata, pelukis yang wajah “Ratu Sinuhun”-nya kini menjadi ikon visual festival.
Dua penghargaan ini bukan hanya apresiasi, tetapi penanda bahwa seni rupa dan musik ikut mengambil posisi dalam menghidupkan figur pahlawan yang lama tertidur dalam sejarah.
Penampilan Tanjack Kultur, Kawan Lamo, Rejung Pesirah, hingga kolaborasi puisi dan biola menjadi rangkaian kesaksian artistik tentang keberanian perempuan Palembang dari masa ke masa.
Hari ke Hari, Dukungan Semakin Menguat
Hari Kedua — Suara Perempuan Menggema
Komite Sastra menjadikan panggungnya sebagai tempat di mana perempuan menyatakan diri: lewat puisi tentang tubuh, kota, ketakutan, dan keberanian. Semua bentuk narasi ini menjadi bukti bahwa perjuangan Ratu Sinuhun hidup kembali melalui generasi baru.
Komite Musik menampilkan proses kreatif lagu-lagu bertema “Ratu Sinuhun”, mengangkat imaji ratu sebagai simbol keteguhan dan kepemimpinan perempuan Palembang.
Hari Ketiga — Warna, Film, dan Mode Mengabadikan Ratu
Komite Rupa memunculkan banyak karya yang meminjam simbol-simbol Ratu Sinuhun—mahkota, motif kain, palet marun–emas. Sementara Komite Film menayangkan film pendek yang mengangkat kisah perempuan Palembang, menjadikan layar sebagai ruang dialog sejarah.
Malam Fashion Show menjadi titik kulminasi visual. Mahkota Ratu Sinuhun, interpretasi busana kepemimpinan perempuan, dan warna-warna kerajaan tampil di atas panggung sebagai bentuk dukungan yang paling kasat mata.
Hari Keempat — Gerak dan Tradisi untuk Sang Ratu
Workshop tari oleh Lina Mukhtar memperlihatkan bagaimana tubuh perempuan menjadi medium kekuatan, bukan hanya estetika. Pantomime Wong Gerot mengangkat fragilitas manusia, termasuk kisah perempuan yang bertahan. Lomba Hadro mempertemukan tradisi dengan energi perempuan muda—sebuah penegasan bahwa budaya bergerak bersama perempuan.
Penutupan — Titik Penyatuan Dukungan
Pembacaan puisi Indah Rizky Ariani Mujyaer menjadi suara terakhir yang menyentuh. Setelah itu, deretan musisi komunitas Palembang menghidupkan panggung hingga larut malam.
Mural besar Ratu Sinuhun yang berdiri di area festival menjadi saksi paling kuat dari seluruh rangkaian ini. Pengunjung yang berfoto di depannya tanpa sadar ikut menyebarkan imaji sang ratu ke ruang publik yang lebih luas.
Seni sebagai Jalan Menuju Pengakuan Nasional
Ketua Panitia Cheirman merangkum semangat itu dalam satu kalimat:
“Kalau kota ingin maju, seninya harus bergerak. Dan tahun ini, gerak seni kita diarahkan untuk mengangkat kembali perempuan yang pernah menjaga kehormatan Palembang.”
Pekan Seni 2025 membuktikan bahwa dukungan terhadap pengusulan Ratu Sinuhun sebagai pahlawan nasional tidak datang hanya dari dokumen administratif—melainkan dari kehendak kolektif seniman dan masyarakat, dari karya yang hidup di panggung, dari warna yang menempel di kanvas, dari gerak tubuh yang mengingatkan pada sejarah.
Inilah festival yang tidak hanya merayakan seni, tetapi menggerakkan ingatan, martabat, dan dukungan terhadap lahirnya pahlawan perempuan dari Sumatera Selatan.