KetikPos.com Rabu pagi di arena Pekan Seni 2025 dimulai dengan denyut yang berbeda. Di Komite Rupa, aroma cat, pastel, dan kertas gambar bercampur dengan riuh tawa anak-anak. Lebih dari seratus pelajar TK dan SD memenuhi ruangan, masing-masing menggenggam krayon seolah memegang kunci kecil untuk membuka pintu sejarah. Tema mereka hari itu bukan sekadar gambar biasa, melainkan wajah Ratu Sinuhun, tokoh perempuan Palembang yang kini tengah diperjuangkan untuk meraih gelar Pahlawan Nasional.
Ketua Komite Seni Rupa, Joko Susilo, memaparkan alasan pemilihan tema yang tampak sederhana namun sarat makna itu. Menurutnya, seni selalu punya cara sendiri untuk menanamkan ingatan dan menghantarkan nilai.
“Ketika anak-anak mewarnai wajah Ratu Sinuhun, mereka tak hanya mengisi ruang-ruang kosong dengan warna,” ujarnya. “Mereka sedang mengenali seorang tokoh yang telah berjasa bagi Palembang — melalui cara yang paling lembut dan paling akrab bagi dunia mereka.”
Ketua DKP, M. Nasir, yang hadir sejak pagi, menambahkan bahwa kegiatan ini menjadi bentuk nyata bagaimana seni dapat menjadi jembatan antara masa lalu dan generasi baru. Ia berharap memori tentang Ratu Sinuhun tidak hanya hidup dalam buku-buku sejarah, tetapi tumbuh dalam benak anak-anak dengan cara yang hangat dan alami.
“Dengan kegiatan seperti ini,” tambahnya, “kita ikut mendorong agar proses pengusulan Ratu Sinuhun sebagai pahlawan nasional bisa semakin kuat dan mendapat dukungan masyarakat.”
Karya para peserta dinilai oleh tiga juri — Sudarianto, Sofian Chandra, dan Edy F. Fahyuni — yang menilai tak hanya kerapian, tetapi juga keberanian warna dan kemampuan anak-anak menangkap ekspresi sang tokoh. Sementara itu, perupa Martha Astra Winata, yang dikenal melalui seri lukisan perempuan Palembang, turut menghadirkan demo lukis wajah Ratu Sinuhun yang memukau para peserta.
Film, Kota, dan Cerita yang Tak Pernah Padam
Memasuki siang, denyut berpindah ke Komite Film. Sebuah ruang kecil berubah menjadi sinema intim—lampu diredupkan, layar dinyalakan, dan kota Palembang tampil sebagai tokoh utama dalam rangkaian film pendek yang diputar.
Peserta workshop dan penonton disuguhi empat karya sineas lokal:
Seni Laker Palembang — Iris Picture, sutradara Crismadi Rahmawan
Bersama Membangun Negeri — Cinemahameru, sutradara Parespati
Mentalenta — Skansa Production
Sang Kecil yang Besar — M. Tegar Firmansyah
Nuansa film sangat beragam, mulai dari dokumentasi tradisi, potret keseharian, hingga kisah motivasi. Diskusi menjadi hangat ketika Ahmad Fariz, sineas muda yang kerap menggabungkan realisme kota dengan pendekatan personal, berbagi pengalaman mengenai pentingnya eksplorasi ruang, cerita, dan akar budaya.