pariwisata-kebudayaan

Ketika Panggung Belajar Menutup Tirai: Cerita 23 Mahasiswa Magang yang Pulang Membawa Seni dari DKP**

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:53 WIB
Penarikan mahasiswa magang Universitas PGRI Palembang di DKP (Dok)


KetikPos.com, Palembang — Jika biasanya Gedung Kesenian Palembang menjadi ruang lahirnya pertunjukan, hari itu gedung tua nan kharismatik itu berubah menjadi panggung kecil untuk sebuah cerita yang tidak pernah tertulis dalam naskah mana pun: pamitan 23 mahasiswa magang dari FKIP Universitas PGRI Palembang.
Sebuah pamitan yang tidak meledak dramatis, namun justru menyentuh karena kesederhanaannya.
Selama tiga bulan, mereka bukan sekadar bekerja—mereka tumbuh.
Mereka tidak hanya membantu—mereka menyerap bagaimana seni hidup dalam diam, dalam riuh, dalam tawa spontan, bahkan dalam rapat-rapat yang jarang disorot namun penuh arti.
Datang dengan Rasa Penasaran
1. Prodi Seni Pertunjukan
Desty Dian Safitri
Desi Isnaniah
Andrean Agriano
Gali Prakasiwi
Citra Resmi Sangdia Pitaloka
Tesya Raudana Dewi
Naziva Putri Permatasari
Winda Wulandari
Fatimah Azzahra Gita Dranie
Crisna Theopilus Zebua

Penarikan mahasiswa seni pertunjukan (Dok)

2. Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia
Desi Ashari
Desi Rahmawati
Isyiqa Octa Ramadhani
Abel Dwi Syahrani
Citra Aprilia Andini
Putri Rana
Alpen Saputra
Sinta Utari
Ridatul Jannah
Vina Mardiana
Luvia Karfika
Dea Tri Utami
Rani Imelda Syaputri
Tiga belas dari bahasa, sepuluh dari seni—total 23 pasang mata yang datang dengan rasa ingin tahu tentang bagaimana seni bekerja ketika lampu panggung redup.
Rumah Bernama DKP
Di DKP, mereka tidak hanya menemukan tugas.
Mereka menemukan karakter.
Pengurus DKP yang hadir pada momentum penarikan ini antara lain:
M. Nasir, M.Pd., Ketua DKP
Faldy Lonardo, Sekretaris DKP
Mohamad, Ketua Komite Musik
Slamet Nugroho, Ketua Komite Sastra
Joko Susilo, Ketua Komite Seni Rupa
Yos Sudarson, Perwakilan Komite Teater
Dr. KMS Ari Panji, Bidang Penelitian dan Pengembangan
Pengurus lainnya: Caca, Salwa Pratiwi, dan Adam.

 

Penarikan mahasiswa magang (Dok)

Ada juga pengurus lainnya seperti Cheirman, Irfan Kurniawan, M Fitriansyah, Yan Tuan Kentang,.meski tak hadir namun selalu membersamai 
Wajah-wajah inilah yang selama tiga bulan menjadi pemandu, teman diskusi, pengarah, sekaligus sumber “petunjuk hidup”—atau paling tidak, petunjuk ketika mahasiswa mencari kertas, ruangan rapat, atau printer yang tidak rewel.
Mahasiswa belajar bahwa seni tak hanya berdiri di atas panggung.
Seni hidup di balik meja rapat, di balik papan jadwal kegiatan, dalam tumpukan berkas dokumentasi, dan dalam percakapan spontan yang lebih filosofis daripada banyak buku teori.
Berbagai event di Gedung Kesenian, Lawang Borotan, hingga ruang-ruang budaya lainnya yang melibatkan DKP turut memperkaya pengalaman mereka—karena hampir selalu, mahasiswa magang adalah bagian dari roda kecil yang ikut menggerakkan kegiatan.
Momentum Pamitan
Acara penarikan dipimpin oleh dua dosen pembimbing yang menjadi jembatan antara kampus dan dunia nyata:
Hasan, M.Sn., Pembimbing Prodi Seni Pertunjukan
Dr. Darwin Effendi, M.Pd., Pembimbing Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia
Dr. Darwin mengutarakan kalimat yang membuat beberapa mahasiswa mengangguk pelan:
“Magang bukan tentang apa yang kalian kerjakan, tetapi tentang siapa kalian setelah mengerjakannya.”
Sementara M. Nasir menyampaikan pesan yang terdengar seperti amanat dan sekaligus tantangan:
“Seni perlu penerus yang tidak hanya bisa tampil—tapi bisa bekerja.”


Suara dari Mereka yang Belajar
Dua mahasiswa mewakili rombongan:
Fatimah Azzahra Gita Dranie (Prodi Seni Pertunjukan)
Alpen Saputra (Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia)
Mereka berbicara dengan gaya sederhana namun tulus—tentang belajar mengelola acara, menata arsip, memahami watak seniman, hingga membaca suasana hati para pengurus—keterampilan yang tidak diajarkan dalam silabus kampus mana pun.
Seperti tradisi pamitan mahasiswa sepanjang masa, mereka menutupnya dengan:
“Terima kasih, dan maaf bila ada salah ucap, salah langkah, atau salah masuk ruangan.”
Tirai Ditutup, Jalan Dibuka
Magang ini mungkin selesai, tetapi cerita tidak berhenti.
Di luar gedung, Palembang tetap bernyanyi melalui seni.
Di dalam diri mereka, tiga bulan pengalaman itu menjadi bekal yang tidak bisa dipinjam, tidak bisa diturunkan, dan hanya bisa didapat dengan keberanian mencoba.
Mereka datang sebagai mahasiswa.
Mereka pulang sebagai bagian kecil dari ekosistem seni Palembang.
Dan seperti semua cerita seni yang baik—penutupnya bukan akhir, melainkan tanda bahwa bab berikutnya telah menunggu.
Perpisahan itu ditutup dengan pantun dari Ketua DKP:
Sungguh indah rumah papan
Apalagi kayunya dari Selapan
Terima kasih kami ucapkan
Semoga kita sukses di masa depan

Tags

Terkini