pariwisata-kebudayaan

Ketika Dongeng Bertemu Dulmuluk: Panggung Kolaborasi, Suara Para Pendongeng

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:19 WIB
Festival Dongeng Internasional Indonesia 2025 di.Gedumg.Kesenian (Dok)


KetikPos.com, Palembang — Sabtu pagi (20/12/2025), Gedung Kesenian Palembang menjadi ruang pertemuan yang istimewa. Dalam Festival Dongeng Internasional Indonesia (FDII) Main Riang Roadshow 2025 bertema “Kisah Rempah”, para pendongeng lokal Palembang berkolaborasi dengan seni tradisi Dulmuluk, menghadirkan pengalaman belajar yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menumbuhkan kecintaan pada budaya sendiri.
Kolaborasi ini membuat dongeng tentang pala, cengkeh, dan lada tak berhenti sebagai cerita lisan. Kisah rempah mengalir dari tutur para pendongeng ke panggung Dulmuluk, menjelma dialog, gerak, dan adegan yang mudah dipahami anak-anak. Sejarah yang kerap terasa jauh pun hadir dekat, hangat, dan penuh tawa.

Dengan konten ramah anak, Randi, Rosa, Bebeg, Soleh dkk menghibur anak-anak.

Sekdis Kebudayaan Palembang Septa Marus (Dok)

Seni tradisi Palembang yang digawangi pelestari Dulmuluk Jonhar Saad tampil dengan sambutan  yang antusias dari para penonton.

Ketua Dewan Kesenian Palembang, M. Nasir, menyebut antusiasme publik melampaui target 350 penonton hingga pendaftaran ditutup lebih awal.
“Kolaborasi pendongeng dan Dulmuluk ini menjawab kerinduan masyarakat akan ruang belajar yang menyenangkan dan berakar pada budaya lokal,” ujarnya.

Dalam sambutannya, Nasir menegaskan festival ini diharapkan menjadi sarana edukasi untuk menumbuhkan kecintaan anak terhadap tradisi budaya, khususnya tradisi tutur.
FDII 2025 merupakan kolaborasi Ayo Dongeng Indonesia, Sekolah Murid Merdeka, Dewan Kesenian Palembang, dan Teras Dongeng, dengan dukungan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI serta Dinas Kebudayaan Kota Palembang. Acara dibuka secara resmi oleh Sekretaris Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Septa Marus, mewakili Kepala Dinas Kgs. Sulaiman Amin. Ia menekankan pentingnya menanamkan kesadaran dan kecintaan terhadap tradisi sejak usia dini.

Akifa (Dok)

Turut hadir pula Maulida Ninik, Kabid Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Palembang, Ketua Prodi PIAUD UIN Raden Fatah Palbang Dr. Nurlaila, serta jajaran pengurus DKP: Fadly Lonardo, Irfan Kurniawan, Inug bersama Heri Mastari, Hasan, Mohamad, dan Joko Susilo, Dr Kms Ari Panji, dan Salwa Pratiwi.
Sejumlah pendongeng nasional dan lokal tampil bergantian—Kak Aio, Kak Budi Baik Budi, Kak Hendra, Kak Andra, Kak Inug, Kak Tiwi, dan Kak Monik—membawakan cerita rakyat dan sejarah rempah dengan bahasa yang dekat dengan dunia anak. Penampilan Akifa, pendongeng cilik asal Palembang, menjadi salah satu magnet utama berkat ekspresi lugu dan cara bertutur yang menggemaskan.


Pendongeng Palembang Inug menilai kolaborasi ini sebagai langkah penting memperluas cara anak-anak mengenal budaya.
“Dongeng itu pintu masuknya. Setelah anak-anak tertarik, Dulmuluk menguatkan ceritanya lewat visual dan dialog. Mereka jadi lebih mudah mengingat,” ujarnya.

Menurut Inug, antusiasme penonton menunjukkan bahwa pendekatan lintas seni sangat efektif untuk literasi budaya anak.
Pendapat senada disampaikan Kak Aio, Ketua Ayo Dongeng Indonesia. Ia menyebut Palembang sebagai contoh kota yang berhasil memadukan dongeng dengan kekuatan tradisi lokal.
“Pendongeng tidak bisa berjalan sendiri. Ketika bertemu Dulmuluk, cerita jadi lebih kaya dan berakar. Harapannya, kolaborasi seperti ini bisa tumbuh di banyak daerah,” katanya.
Sementara itu, Kak Budi Baik Budi dari Forum Pendongeng Nasional menilai keterlibatan orang tua bersama anak-anak menjadi nilai tambah tersendiri.
“Kami tidak hanya ingin anak-anak terhibur, tapi juga belajar bersama keluarganya. Ketika orang tua ikut tertawa dan menyimak, pesan cerita akan lebih kuat,” ujarnya.
Pendongeng Kak Hendra melihat kolaborasi ini sebagai ruang edukasi yang sehat bagi tumbuh kembang anak.

Pendongeng dengan perlengkapan musik (Dok)

“Cerita rempah mengajarkan keberanian, kejujuran, dan kerja sama. Ketika disandingkan dengan seni tradisi, nilai-nilai itu jadi lebih konkret,” katanya. Hal serupa diungkapkan Kak Tiwi dan Kak Monik, yang menilai pendekatan ramah anak membuat anak-anak betah tanpa merasa digurui.
Sorotan khusus datang dari Akifa, pendongeng cilik asal Palembang. Meski masih belia, kehadirannya di panggung menjadi simbol regenerasi tradisi tutur.
“Kalau anak-anak melihat temannya bisa bercerita di panggung, mereka akan berani bermimpi dan mencoba,” ujar Kak Andra, salah satu pendongeng nasional yang tampil mendampingi.
Kekuatan kolaborasi ini kian terasa saat panggung diambil alih Sanggar Harapan Jaya. Seniman Palembang Jonhar Saad dan Randi Puta Ramadhan menghadirkan Dulmuluk bertema jejak rempah dengan gaya ringan dan dialog jenaka. Anak-anak tertawa, menirukan dialog, bahkan ikut menebak jalan cerita—sebuah tanda bahwa tradisi tetap hidup ketika dikemas inklusif.

Dulmuluk nerkolabotasi dengan pendongeng (Dok)

Ketua Dewan Kesenian Palembang, M. Nasir, menyebut antusiasme publik melampaui target 350 penonton hingga pendaftaran ditutup lebih awal.
“Kolaborasi pendongeng dan Dulmuluk ini menjawab kerinduan masyarakat akan ruang belajar yang menyenangkan dan berakar pada budaya lokal,” ujarnya.

Bagi para pendongeng, FDII 2025 di Palembang bukan sekadar festival. Ia menjadi ruang dialog antar-seni, antar-generasi, dan antar-cerita. Dongeng membuka imajinasi, Dulmuluk menguatkan warisan. Ketika anak-anak pulang membawa tawa dan kisah rempah, para pendongeng percaya satu hal: kolaborasi inilah yang akan menjaga cerita tetap hidup, dari panggung hingga masa depan.

Tags

Terkini