pariwisata-kebudayaan

Polemik Hari Jadi Kota Palembang, 17 Juni 683 M atau 16 Juni 682 M

DNU
Minggu, 12 Februari 2023 | 02:01 WIB
Budayawan Vebri Alintani dan Ketua dpk M Iqbal Rudianto berbincang hal-hal terkait budaya di Palembang.

KetikPos.com -- Hari jadi Palembang, ditetapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang masih menjadi polemik. Pemerintah menetapkan tanggal 17 JUni 683 Masehi. Sementara berdasarkan prasasti kedukan bukit, justru 16 Juni 682.

"Itu ditetapkan oleh para pendahulu kita. Namun  ternyata setelah dikoreksi arkeolog,  budayawan, akademisi, sejawaran  berdasarkan Prasasti Kedukan  Bukit  tertulis 16 juni 682 M," ujar Vebri Alintani, Sabtu (11/2/2023).     .

Budayawan Palembang Vebri Alintani  menyebutkan, sebenarnya banyak pihak yang mengusulkan agar penetapan hari jadi ini dilakukan pengkajian kembali.

Karenanya, menurut mantan Ketua Dewan Kesenian Palembang (DKP)  ini,sebaiknya dikembalikan  ke kajian mutahhir. tidak ada salahnya Pemkot Palembang memanggil arkeolog, sejarawan, budayawan untuk membahas ini

Artinya, mungkin ada baiknya mengikuti yang mengacu kajian sekarang. "Tidak ada  masalah nya kalau Pemkot dan DPRD bermusyawarah. sesuai dengan bacaan sekarang. bisa saja bacaan masa lalu itu kelitu," tambah mantan Ketua Dewan Kesenian Palembang (DKP) ini saat ditemui di Guns Cafe Palembang.

Seperti diketahui, hari jadi Palembang tahun 2022 lalu dietapkan tanggal 16 uni. Artinya adalah peringatan yang ke -1338. Padahal, semestinya adalah peringatan hari jadi ke-1339. 

Tetapi memang unutk mengubah hari jadi ini memang perlu ditetapkan dengan SK Walikota. Bisakah dan perlukah diakukan pengjaian,  tentu bergntung apakah memang sebaiknya ditetapkan perubahan untuk itu.

Sementara itu, menurut Ketua DKP saat ini, M Iqbal Rudianto alias Didit, "Itu  bergantung kebijakan dan respon Walikota Palembang, yang saat ini dipegang oleh H Harno Joyo." 

Kedukan Bukit dan Hari Jadi

CJ Batenburg pada 29 November 1920 menemukan Prasasti Kedukan Bukit di Kampung Kedukan Bukit, Palembang, Sumatera Selatan. Prasasti itu ditemukan di tanah milik Haji Djahri, yang berada di sisi Sungai Tatang yang menjadi anak Sungai Musi.

Prasasti beraksara Pallawa ini pada 1924, ditranskripsikan dan diterjemahkan oleh Philippus Samuel van Ronkel, seorang ahli Bahasa Melayu.

Bagian akhir unsur pertanggalan pada baris ke-8 pada prasasti tersebut hilang. Semestinya pada bagian yang hilang tersebut menerakan nama bulan.

Berdasarkan data dari fragmen prasasti No. D.161 yang ditemukan di Situs Telaga Batu, J.G. de Casparis (1956:11-15) dan Boechari (1993: A1-1-4) mengisinya dengan nama bulan Āsāda.

Dengan tafsiran Carsparis dan Boechari tersebut, maka lengkaplah penanggalan baris ke-8 prasasti, yaitu “sukacita pada hari ke lima paro-terang bulan Asada”.

Hari ke lima paro-terang bulan Asada tahun 605 Saka (Kalender Saka), bila dihitung dengan kalender
Masehi bertepatan dengan tanggal 16 Juni 682 Masehi.

Halaman:

Tags

Terkini