Kongkalikong antara politisi dan lembaga penyelenggara Pemilu ini adalah bentuk korupsi dalam sektor politik.
2. Perdagangan Pengaruh
Perdagangan pengaruh atau Trading of Influence terjadi saat pejabat publik menawarkan diri atau menerima permintaan pihak lain untuk menggunakan pengaruh politik dan jabatannya, agar melakukan mengintervensi keputusan tertentu.
Perdagangan Pengaruh telah disahkan dalam Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) pada Oktober 2003 dan diratifikasi oleh Indonesia.
Dalam penyelidikannya, korupsi jenis ini sulit ditelurusi karena beda-beda tipis dengan proses lobi yang memang dihalalkan dalam politik.
Namun ada kata kunci untuk membedakan perdagangan pengaruh dengan proses lobi: Transaksi keuntungan. Jika sudah ada transaksi dengan keuntungan yang spesifik, maka korupsi terjadi.
Contoh perdagangan pengaruh, seorang pengusaha memberikan sejumlah besar uang kepada tokoh partai untuk membantu memuluskan rencananya.
Pengusaha ini tahu tokoh tersebut bisa mempengaruhi pembuatan kebijakan karena anggota dewan adalah kader partainya.
3. Jual-beli Suara
Salah satu kasus korupsi politik yang sering terjadi adalah jual beli suara saat pemilihan. Cara ini dilakukan oleh politisi atau partai politik untuk memenangkan pemilu dan mempertahankan kekuasaan mereka.
Salah satu jual beli suara yang umum adalah “serangan fajar”.
Ini adalah istilah yang digunakan untuk praktik bagi-bagi uang oleh kader partai kepada warga di pagi hari sebelum pencoblosan. Tindakan ini dilakukan untuk mempengaruhi keputusan warga dalam memilih.
Modus juga beli suara lainnya yang diungkapkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah memanfaatkan sisa surat suara tak terpakai di TPS untuk dicoblos oleh oknum Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan diberi kepada kubu yang memesan.
Jual beli suara ini dapat berakibatnya duduknya orang yang tidak tepat di kursi wakil rakyat.
Anggota dewan yang melakukan jual beli suara berpeluang besar korupsi untuk mengembalikan modal besar yang dikeluarkannya pada pemilu.