Dedi menjelaskan, begitu banyak kerugian yang harus ditelan masyakarat di sektor angkutan kapal tongkang bidang sawit, batubara, kayu, pemilik kapal tongkang dan dermaga, yang ada ribuan tenaga kerja menggantungkan hidupnya di sektor angkutan Sungai tersebut.
Baca Juga: Pembuktian Netralitas Jokowi jangan Sekedar Omongan, Mesti ada Aturan Tegas
“Kami menduga atas kebijakan yang terindikasi sepihak itu, secara tidak langsung iklim investasi akan terganggu, dan kepantingan ekonomi rakyat terancam dimiskinkan.
Belum lagi terjadi juga kerugian negara, karena dengan disetopnya angkutan kapal tongkang tidak dapat melewati Sungai Lalan,” tegas dia.
Jadi, jelas Dedi, pemasukan negara melalui royalti Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp5 milyar setiap harinya maka menjadi tidak masuk ke negara, yang selanjutnya Hasil PNBP itu dikirimkan kembali ke daerah kabupaten dan propinsi daerah penghasil.
Baca Juga: Indonesia Bangun PLTS Terbesar di Asia Tenggara
“Artinya ketika tidak masuk penghasilan PNBP dari royalti angkutan tongkang di Sungai Lalan itu, juga menjadi kerugian Pemkab Muba dan Pemprov Sumsel,” jelas dia.
KMPAS sendiri, tambah dia, tentu mempertanyakan apakah kebijakan itu telah dibahas dalam rapat paripurna dan telah dikonsultasikan kepada Pj Gubernur Sumsel, Kementerian Perhubungan, Kementerian Hukum dan Ham serta Menteri Dalam Negeri.
“Bila hal itu terbukti di lakukan oleh Pj Bupati Muba, maka patut kami duga kebijakan penyetopan tersebut dilakukan secara sepihak,” tandas dia. (**)