daerah

Kongres Kota Pusaka Indonesia: Ajang Seremonial Boros yang Minim Manfaat bagi Seniman dan Budayawan

DNU
Minggu, 22 September 2024 | 15:42 WIB
Tim kesenian dari Palembang terdiri dari istri para camat menampilkan tarian di even JKPI (Dok)

KetikPos..com -- Kongres Kota Pusaka Indonesia (JKPI) yang baru-baru ini diselenggarakan di Kota Palembang menjadi sorotan tajam dari berbagai kalangan, mulai dari aktivis antikorupsi hingga para seniman dan budayawan lokal.

Acara yang semestinya menjadi ajang penting untuk mempromosikan dan melestarikan kota-kota pusaka di Indonesia justru dinilai sebagai pemborosan anggaran yang tidak memberikan dampak signifikan bagi masyarakat, terutama bagi komunitas seni dan budaya lokal.

Baca Juga: Pertukaran Budaya, Pj Wali Kota Palembang Berikan Miniatur Ampera, Wali Kota Banjarmasin Serahkan Parang Lais

Ir. Ferri Kurniawan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) adalah salah satu yang vokal menyuarakan kritik terhadap besarnya anggaran yang digelontorkan untuk kegiatan ini.

Menurutnya, alokasi dana yang mencapai miliaran rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Palembang seharusnya bisa digunakan untuk program yang lebih mendesak dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, terutama di sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, atau pelestarian budaya secara nyata.

“Menghabiskan anggaran sebesar itu untuk acara seremonial, tanpa hasil nyata, adalah bentuk pemborosan. Kegiatan ini terlihat lebih seperti ajang jalan-jalan para pejabat daripada upaya serius mempromosikan kota pusaka," tegas Ferri.

Baca Juga: Ayo Saksikan dan Meriahkan Sriwijaya Fair 2024 HUT TNI*

Kritik serupa datang dari kalangan seniman lokal. Vebri Al Lintani, seniman sekaligus budayawan Palembang, menilai bahwa acara JKPI ini gagal melibatkan para pelaku seni lokal yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melestarikan budaya.

Menurutnya, acara ini lebih banyak diisi oleh pertemuan formal para pejabat tanpa memberikan ruang yang cukup bagi seniman untuk tampil dan berkontribusi.

"Seharusnya kongres ini menjadi panggung bagi seniman untuk menunjukkan karya mereka, bukan sekadar seremoni kosong. Tidak ada keseriusan dalam upaya melestarikan cagar budaya yang menjadi fondasi kota pusaka,” ujar Vebri dengan kecewa.

Selain itu, ia menyoroti bahwa program-program semacam ini sering kali kurang efektif karena minimnya perhatian dari pemerintah pusat hingga daerah terhadap kebutuhan nyata seniman dan pelaku budaya.

Alih-alih menjadi wadah yang memberdayakan seniman lokal, kegiatan ini justru lebih terlihat sebagai ajang formalitas yang minim hasil konkret.

Ali Goik, aktivis dari Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB), turut melontarkan kritik pedas terhadap penyelenggaraan JKPI.

Baca Juga: DP3A Kota Palembang Gelar Forum Anak 2024: Wadah Unik untuk Pengembangan Kompetensi Generasi Muda

Halaman:

Tags

Terkini