KetikPos.com - Dalam bulan Ramadhan ini memang memberi baik untuk buka puasa sangat dianjurkan.
Namun bila pemberian tersebut yang dilakukan masyarakat non muslim apakah boleh diambil serta dikonsumsi.
Di bulan Ramadhan seperti ini sering kita temui saudara-saudara non muslim melakukan aksi berbagi makanan takjil untuk berbuka puasa.
Pemberian Takjil tersebut banyak dilakukan di berbagai daerah, aksi ini biasanya dilakukan di jalan-jalan.
Hal ini sekilas terlihat baik dilakukan untuk menjaga toleransi dan sebagai bentuk saling menghargai antarumat beragama.
Namun, bagaimana hukumnya menerima dan memakan takjil buka puasa dari non muslim?
Untuk lebih jelasnya sebelum pada simpulan hukum perlu diperjelas beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, soal pemberian takjil. Perberian dalam fiqih dikenal dengan beberapa istilah, yakni sedekah, hibah atau hadiah, yang membedakannya adalah niat pemberi juga shighat atau ungkapan saat memberikannya: والحاصل أنه إن ملك لأجل الاحتياج أو لقصد الثواب مع صيغة، كان هبة وصدقة، وإن ملك بقصد الإكرام مع صيغة، كان هبة وهدية، وإن ملك لا لأجل الثواب ولا الإكرام بصيغة، كان هبة فقط. وإن ملك لأجل الاحتياج أو الثواب من غير صيغة، كان صدقة فقط، وإن ملك لأجل الإكرام من غير صيغة، كان هدية فقط
Artinya, "Walhasil, (1) apabila seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan membantu orang tersebut atau disertai maksud mengharap pahala disertai shigat dalam melakukannya, maka yang demikian dinamakan hibah dan sedekah.
(2) Apabila seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan memuliakannya disertai shigat, maka yang demikian disebut hibah dan hadiah.
(3) Apabila seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain tidak dengan maksud mengharap pahala, tidak juga untuk memuliakannya plus menggunakan shigat dalam melakukannya, maka yang demikian dinamakan hibah.
(4) Apabila seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan membantu atau disertai maksud mengharap pahala, namun tidak menggunakan shigat, maka yang demikian dinamakan sedekah.
(5) Apabila seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan memuliakannya tanpa disertai shigat dalam melakukannya, maka yang demikian disebut hadiah." (Abu Bakar bin Ustman bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati, Hasyiyah I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz III, halaman 171).
Melihat penjelasan di atas dapat diketahui bahwa status makanan yang diberikan non muslim menurut hukum fiqih bersetatus sebagai hibah atau hadiah.