opini-tajuk

Perlunya Mewaspadai Adanya Praktik Adu Domba dalam Persoalan Balai Pertemuan

DNU
Minggu, 26 Februari 2023 | 21:18 WIB
Veberi Alintani, Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (istimewa)

Memang, berdasarkan UU Cagar Pasal 85 UU No. 11/2010 ayat (1) dalam pemanfaatan
cagar budaya, bahwa Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

Meskipun disebutkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, namun terkait dengan kebijakan pemanfatan Balai Pertemuan.

Semestinya pemanfaatan Cagar Budaya Balai Pertemuan, menimbang empat hal  Pertama, dilihat latar belakang historis; kedua, dari lokasi atau tempatnya; ketiga, dari sisi fungsi awalnya dan misi Palembang sebagai kota kota Pariwisata sungai dan budaya.

Dari sisi historis, sudah jelas Balai Pertemuan adalah satu bangunan di kawasan kompleks societeit yang dibangun kololonial Balanda pada tahun 1928.

Sejak awal gedung ini berfungsi sebagai tempat bersosialisasi atau sosialita dan hiburan bagi kaum elit Belanda.

Pada masa kemerdekaan RI hingga masa Walikota Edi Santana, gedung ini diperuntukkan juga sebagai sarana pertemuan, festival dan pertunjukan kesenian, diskusi, seminar dan kegiatan kemasyarakatan lainnya.

Bagi masyarakat, seni gedung ini banyak menyimpan kenangan dan bahkan menjadi salah satu saksi bisu bagi perkembangan sejarah kebudayaan.

Sedangkan dari sisi lokasi, Balai Pertemuan berada di kawasan cagar budaya dan wisata Benteng Kuto Besak dan kawasan perkantoran Pemkot sendiri.

Tentu sangat cocok jika Balai Pertemuan dijadikan tempat pertunjukan kesenian. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Palembang Tahun 2012-2032, bahwa kawasan tepian Sungai Musi diarahkan untuk pengembangan pariwisata budaya sejarah dan pengembangan water front city.

Apabila ada para wisatawan yang melancong ke kawasan BKB atau akan melakukan Musi tour dapat diajak dulu ke Balai Pertemuan untuk menyaksikan paket pertunjukan seni tradisional yang telah disiapkan.

Tapi jika gedung ini digunakan untuk Baznas dan kegiatan administrasi keagamaan tentu sangat tidak cocok. Masak para wisatawan diajak melihat transaski zakat?

Mengutip artikel Dhea Wardani Fitri, Mahasiswa Magang Jurusan Pariwisata Syariah, IAIN Batusangkar di BPCB Sumbar, yang berjudul pemanfaatan cagar budaya untuk pariwisata pada situs https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar bahwa pelestarian cagar budaya oleh Pemda selain mementingkan nilai ekonominya juga harus memperhatikan nilai pelestariannya.

Karena keduanya bisa berjalan secara beriringan. Nilai intrinsik Cagar Budaya selain mengandung potensi dan nilai akademik maupun edukatif, juga mengandung potensi serta nilai estetika dan eksotika yang dapat dikembangkan untuk mendukung Cagar Budaya sebagai objek wisata.

Kandungan inilah yang dapat dijadikan sebagai “ruh” dalam pemanfaatan Cagar Budaya berkaitan dengan kepariwisataan.

Pemanfaatan Cagar Budaya sebagai objek wisata sebenarnya memiliki hubungan yang resiprokal. Artinya, “eskploitasi” Cagar Budaya dan situs seharusnya dapat mendukung aspek pelestarian objek, antara lain dengan menumbuhkan apresiasi pengunjung atas warisan leluhur beserta makna kultural yang dikandungnya.

Sebenarnya, Balai Pertemuan telah diusulkan oleh Dinas Kebudayaan Kota Palembang sebagai Taman Budaya.

Halaman:

Tags

Terkini

Media: Arsitek Realitas di Era Digital

Rabu, 26 November 2025 | 08:12 WIB

Menjaga Wibawa Pendidikan dari Kriminalisasi Pendidik

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:09 WIB

Pelangi Beringin Lubai II: SIMBOLIS HUBUNGAN KEKERABATAN

Selasa, 23 September 2025 | 07:02 WIB

Pelangi Beringin Lubai dalam Kenangan I: Budaya Ngule

Senin, 22 September 2025 | 19:12 WIB

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

Jumat, 5 September 2025 | 17:48 WIB

BEDAH ALA KRITIKUS SASTRA

Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:28 WIB

BENDERA PUTIH TLAH DIKIBARKAN

Senin, 25 Agustus 2025 | 16:11 WIB